
Cek Porto Anda, Saham Tambang Dominasi Klasemen Cuan IDX30

Jakarta, CNBC Indonesia - Seiring dengan moncernya kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang 2022, sejumlah saham penghuni indeks IDX30 juga sukses melonjak tinggi sejak awal tahun (year to date/ytd).
Bahkan, belasan di antara konstituen IDX30 tersebut memiliki kinerja jauh lebih tinggi tinimbang IHSG.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG sudah naik 10,56% ke 7.276,19 per penutupan Kamis (21/4/2022).
Sebagai informasi, IDX30 adalah indeks yang mengukur kinerja harga dari 30 saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.
Berikut ini 5 besar saham IDX30 yang memiliki kinerja paling mentereng di antara yang lainnya secara ytd per Kamis (21/4).
KInerja 5 Saham IDX30 Terbaik Sejak Awal 2022 (YtD)
No | Saham | Emiten | Harga (Rp) | Return YtD (%) |
1 | INCO | Vale Indonesia Tbk. | 8,000 | 70.94 |
2 | ADRO | Adaro Energy Indonesia Tbk. | 3,270 | 45.33 |
3 | MDKA | Merdeka Copper Gold Tbk. | 5,500 | 43.34 |
4 | PTBA | Bukit Asam Tbk. | 3,720 | 37.27 |
5 | BBNI | Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. | 9,375 | 38.89 |
Sumber: BEI | Harga terakhir per 21 April 2022
Apabila menilik data di atas, 4 dari 5 saham dalam daftar merupakan saham emiten tambang.
Sebut saja, INCO bergerak di tambang nikel, ADRO dan PTBA di batu bara, serta MDKA di emas dan tembaga. Sementara, BBNI, yang notabene adalah bank BUMN, menjadi satu-satunya emiten non-tambang yang 'nangkring' di dalam daftar.
Dominasi saham-saham komoditas tambang di tabel di atas memang tidak mengagetkan. Ini lantaran saham-saham emiten tersebut tengah menikmati gelombang commodities boom atau lonjakan tinggi harga komoditas, termasuk energi dan logam, global sejak tahun lalu.
Saham INCO memimpin klasemen dengan melesat 70,94% sejak awal tahun.
Moncernya harga komoditas nikel membuat kinerja keuangan INCO melesat.
INCO membukukan pendapatan US$ 953,17 juta sepanjang periode tahun lalu. Angka ini naik 24,64% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, US$ 764,74 juta.
INCO pun mampu mencatat laba bersih US$ 165,79 juta pada 2021. Perolehan ini melesat 100% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, US$ 82,82 juta.
Sejalan dengan kenaikan laba bersih, laba per saham INCO juga naik menjadi US$ 0,0167 dari sebelumnya US$ 0,0083 per saham.
Saham ADRO yang sudah melejit 45,33% sejak awal tahun juga terjadi seiring tokcernya rapor keuangan perusahaan.
Laba bersih emiten yang dinakhodai Garibaldi 'Boy' Thohir ini tercatat naik 547% secara tahunan menjadi US$1,02 miliar per akhir 2021.
Lonjakan laba ini ditopang kenaikan pendapatan usaha pertambangan dan perdagangan batu bara sebesar 62% YoY menjadi US$3,83 miliar, dan pendapatan lain perusahaan sebesar US$65 juta atau naik 35% YoY.
Begitu pula dengan emiten batu bara lainnya, PTBA, yang sahamnya sudah naik 37,27%. Emiten pelat merah ini berhasil memanfaatkan meroketnya harga batu bara dengan mendulang laba bersih yang luar biasa.
PTBA membukukan laba bersih sebesar Rp 7,9 triliun pada 2021, tumbuh 231,4% dibandingkan dengan Rp 2,39 triliun pada 2020.
Sepanjang tahun lalu, pendapatan PTBA tercatat mencapai Rp 29,26 triliun, melonjak 68,9% dari Rp 17,3 triliun pada tahun sebelumnya.
Dari keempat emiten tambang tersebut, hanya MDKA yang memiliki kinerja kurang 'nendang' di tengah lonjakan harga saham yang tinggi hingga 43,34% ytd.
Laba bersih MDKA terbilang cukup stagnan. Laba bersih tercatat sebesar US$ 36,14 juta pada 2021, turun tipis dari US$ 36,2 juta pada 2020.
Padahal, perseroan berhasil meraup pendapatan usaha sebesar US$ 380,96 juta, naik 18,4% dibandingkan dengan US$ 321,86 juta pada 2020.
Hanya saja, seiring naiknya pendapatan usaha, beban pokok pendapatan juga ikut membengkak. Beban pokok pendapatan tercatat US$ 260,86 juta, naik 25,6% dibandingkan dengan US$ 207,74 juta pada 2020.
Terakhir, saham BBNI menorehkan kinerja ciamik dengan melambung 38,89%, tertinggi di antara saham emiten bank kakap RI lainnya.
BNI memang berhasil membuat kinerja positif pada tahun buku 2021, di mana laba 2021 tercatat Rp 10,89 triliun atau tumbuh 232,32% yoy, naik 3 kali lipat dari laba pada 2020.
Pada tahun 2021, bank bersandi BBNI ini tercatat membukukan pendapatan bunga secara konsolidasian Rp 50,02 triliun turun dari tahun sebelumnya Rp 56,17 triliun.
Beban bunga konsolidasian tercatat turun menjadi Rp 11,77 triliun per Desember 2021 dari sebelumnya Rp 19,02 triliun. Sehingga, pendapatan bunga bersih BBNI pada tahun 2021 sebesar Rp 38,24 triliun, meningkat dari capaian tahun 2020 senilai Rp 37,15 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dalam 5 Tahun, INCO Setor Rp 7,8 T ke Negara!