
BI Sabar Naikkan Suku Bunga, Rupiah Masih Aman Sentosa!

Meski The Fed akan agresif menaikkan suku bunga, tetapi nyatanya pelaku pasar justru mengurangi posisi beli spekulatif dolar AS.
Berdasarkan data Commodity Futures Trading Commission (CFTC), pada pekan yang berakhir 5 April posisi beli bersih (net long) dolar AS mengalami penurunan nyaris US$ 2 miliar atau sekitar Rp 28,7 triliun (kurs Rp 14.350/US$) menjadi US$ 14,13 miliar.
Data terbaru menunjukkan posisi net long tersebut kembali menurun, pada pekan yang berakhir 12 April menjadi US$ 13,22 miliar.
Artinya, sudah 2 pekan beruntun para spekulan mengurangi posisi beli dolar AS, padahal The Fed kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga 50 basis poin pada bulan depan.
Berkurangnya posisi spekulatif tersebut menjadi indikasi meski The Fed akan agresif menaikkan suku bunga, tetapi sebagian pelaku pasar melihat dolar AS tidak akan menguat terlalu jauh.
Jika net long dolar AS menurun, posisi spekulatif rupiah justru berbalik dari jual menjadi beli. Hal tersebut terlihat dari survei dua mingguan yang dilakukan Reuters.
Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.
Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.
Survei terbaru yang dirilis hari ini Kamis (7/4/2022) menunjukkan angka untuk rupiah -0,04 membaik dari dua pekan lalu 0,04.
Sepanjang tahun ini, kebanyakan rupiah mengalami aksi jual (short), hanya dua kali survei saja yang nilainya minus alias spekulan mengambil posisi long, itu pun nilainya tidak terlalu besar.
Dengan spekulan kembali long terhadap rupiah dan net long dolar AS berkurang, Mata Uang Garuda tentunya memiliki peluang untuk menguat ke depannya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]