
Bursa Asia Dibuka Beragam, Nikkei Melesat Tapi Shanghai Lesu

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung beragam pada perdagangan Rabu (20/4/2022), di tengah cerahnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada Selasa kemarin waktu AS.
Indeks Nikkei Jepang dibuka melesat 0,8%, Hang Seng Hong Kong naik tipis 0,01%, Straits Times Singapura menguat 0,52%, dan ASX 200 Australia juga naik tipis 0,01%.
Sementara untuk indeks Shanghai Composite China dibuka melemah 0,15% dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,2%.
Dari China, bank sentral (People Bank of China/PBoC) memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya pada hari ini. Suku bunga pinjaman tenor 1 tahun tetap berada di level 3,7%, sedangkan suku bunga pinjaman tenor 5 tahun tetap di level 4,6%.
Hal ini meleset dari ekspektasi pasar dalam survei Reuters yang memperkirakan PBoC akan kembali memangkas suku bunga pinjaman acuannya.
Investor telah mengamati tanda-tanda dari bantuan keuangan otoritas China kepada sektor-sektor yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19), di mana China hingga saat ini terus bergulat dengan wabah tersebut. Lonjakan kasus Covid-19 di China menjadi yang terburuk sejak awal pandemi tahun 2020 lalu.
Di lain sisi, cenderung beragamnya bursa Asia-Pasifik pada hari ini terjadi di tengah rebound-nya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Selasa kemarin waktu AS, karena investor di AS mengantisipasi rilis kinerja emiten di Negeri Paman Sam.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 1,45% ke level 34.911,199, S&P 500 melonjak 1,61% ke posisi 4.462,21, dan Nasdaq Composite melompat 2,15% menjadi 13.619,66.
Dengan inflasi tinggi dan kecenderungan sikap hawkish bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), investor di AS kini memantau situasi rantai pasokan dan permintaan konsumen di perusahaan raksasa AS.
Pasar juga masih memantau kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury), di mana yield Treasury tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar menguat ke level 2,92%, menjadi level tertinggi sejak tahun 2018 lalu.
Hal ini memicu ekspektasi bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunganya secara drastis.
Kecemasan seputar kenaikan suku bunga acuan memicu volatilitas tinggi di pasar obligasi yang memperberat saham dalam beberapa pekan terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam
