Harga Batu Bara Meroket 7%, Nyaris Tertinggi dalam Sebulan
Jakarta, CNBC Indonesia - Batu bara tidak butuh waktu lama untuk kembali membara. Harga batu bara langsung melesat 7% dan menembus level US$ 300 setelah sempat mengalami penurunan pada Senin (11/4).
Pada perdagangan Selasa (12/4/2022), harga batu bara kontrak Mei ditutup di level US$ 317,75 per ton. Melonjak 6,93% dibandingkan hari sebelumnya. Level tersebut adalah yang tertinggi sejak 14 Maret 2022 atau 29 hari lalu di mana batu bara ada di level US$ 336,15 per ton.
Level tersebut juga menandai kembalinya sang emas hitam ke batas US$ 300 per ton yang terakhir terjadi pada 15 Maret lalu (US$ 303,35). Padahal, harga batu bara sempat meredup di hari Senin (11/4).
Pada perdagangan Senin (11/4/2022), harga batu bara sempat ditutup di level US$ 297,15 per ton. Melemah 0,8% dibandingkan pada Jumat (8/4/2022).
Dalam sepekan, harga batu bara sudah melejit 9,82% tetapi dalam sebulan masih melemah 12,14%. Dalam setahun, harga batu bara sudah melejit 268,62%.
Lonjakan harga batu bara dipicu oleh sejumlah faktor. Di antaranya adalah kekhawatiran kurangnya pasokan, kembali meruncingnya ketegangan perang Rusia-Ukraina, serta masih ganasnya kasus Covid-19 di China.
Kekhawatiran kurangnya pasokan muncul setelah Jepang dan Uni Eropa mengumumkan pemberlakuan larangan impor batu bara dari Rusia. Kebijakan tersebut membuat negara Uni Eropa dan Jepang harus berebut menemukan pemasok baru untuk menggantikan Rusia. Persaingan tersebut tak ayal lagi membuat harga batu bara semakin meroket.
"Pembeli batu bara harus mencari pasokan dari Afrika Selatan dan wilayah Amerika dalam waktu yang singkat," tutur seorang trader yang berbasis di Eropa kepada S&P.
S&P dalam laporannya Europe's sanction on Russian coal fosters call of duty toward energy transition memperkirakan negara Uni Eropa mengimpor batu bara sebanyak 50 juta ton dari Rusia.
Pasokan sebanyak itu diharapkan bisa diperoleh dari Amerika Serikat, Kolombia, Afrika Selatan, hingga Indonesia.
Merujuk Data Badan Energi Internasional (IEA), pada tahun 2020, perdagangan global batu bara thermal mencapai 978 juta ton. Indonesia adalah eksportir terbesar untuk thermal batu bara dengan kontribusi hingga 40%. Australia ada di posisi kedua dengan porsi 20%, disusul kemudian dengan Rusia ( 18%), Afrika Selatan (8%), Kolombia (5%), dan Amerika Serikat (2,5%).
Menyusul lonjakan harga, lembaga rating Moody's Investors Services menaikkan proyeksi harga batu bara mereka menjadi US$ 275 per ton selama 12 bulan ke depan.
"Kenaikan harga batu bata dalam kontrak jangka panjang akan mengakibatkan kenaikan tarif listrik dalam jangla panjang pula. Ini tentu saja menjadi kabar buruk bagi konsumen Eropa," tutur Fabian Ronningen, analis dari Rystad Energy AS, seperti dikutip dari mining.com.
Kekurangan pasokan bahkan sudah mulai berdampak kepada pasokan listrik sejumlah negara seperti Vietnam dan India.
Persediaan batu bara di pembangkit listrik kini hanya mencapai rata-rata sembilan hari pada awal tahun keuangan ini yang dimulai pada 1 April, terendah sejak setidaknya 2014. Pedoman federal merekomendasikan pembangkit listrik untuk memiliki setidaknya 24 hari stok rata-rata batu bara.
Kenaikan harga batu bara juga dipicu kembali tegangnya hubungan Rusia-Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin, Rabu (13/4) mengatakan pembicaraan damai kedua negara menemui jalan buntu karena pernyataan Ukraina yang menuduh Rusia telah melakukan kejahatan perang.
Putin juga menuduh Ukraina melakukan pembohongan publik dengan menyebar foto-foto palsu pembantaian warga sipil di Bucha. Dia juga menegaskan bahwa pasukan Rusia akan tetap bertekad memenangi perang.
"Kita kembali ke situasi yang mengarah ke jalan buntu. Tentu saja (kami akan menang). Tidak ada keraguan soal itu," tutur Putin, seperti dikutip Reuters.
Di luar faktor perang, masih ganasnya kasus Covid-19 di China juga melambungkan harga batu bara mengingat China merupakan salah satu produsen utama batu bara. Sejumlah wilayah di China masih melaporkan tambahan kasus dalam jumlah besar.
Pada Senin (11/4), Shanghai melaporkan tambahan kasus lebih dari 23.342. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan 26.087 kasus yang dilaporkan pada Minggu (10/4) dan menjadi rekor tertinggi di kota tersebut.
Menyusul masih tingginya kasus Covid, pemerintah Amerika Serikat telah meminta diplomat mereka untuk meninggalkan kota Shanghai untuk menghindari hal terburuk.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)