Lega! Dolar Australia Turun Lagi, Jauhi Rp 11.000/AU$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 April 2022 12:35
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju kenaikan kurs dolar Australia melawan rupiah akhirnya terhenti sejak Rabu kemarin dan kembali ke bawah Rp 10.800/AU$. Selasa lalu, mata uang Negeri Kanguru ini melesat dan nyaris menembus Rp 11.000/AU$.

Pada perdagangan Kamis (7/4/2022) pukul 10:04 WIB, dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.748/AU$ melemah 0,34% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Kemarin, kursnya merosot hingga 0,8%.

Kenaikan tajam dolar Australia belakangan ini hingga nyaris menembus Rp 11.000/AU$ dan berada di level tertinggi sejak Juli 2021 tentunya membuat banyak pelaku pasar mencairkan cuan yang membuat nilainya turun.

Tetapi ke depannya tidak menutup kemungkinan akan kembali menanjak, sebab bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) mengindikasikan akan menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan. Sementara Bank Indonesia (BI) masih bersikap dovish, yang bisa membuat spread suku bunga di Australia dan Indonesia menyempit. Hal ini tentunya menguntungkan dolar Australia.

Dalam pengumuman kebijakan moneter Selasa kemarin, RBA mulai merubah sikapnya terkait peluang kenaikan suku bunga di tahun ini. Dalam pengumuman kebijakan moneter hari ini, RBA di bawah pimpinan Philip Lowe masih mempertahankan suku bunga acuannya di rekor terendah 0,1%.

Sebelumnya di awal tahun ini RBA menyatakan akan bersabar untuk menaikkan suku bunga dan membiarkan inflasi stabil dalam target 2% - 3%.

Tetapi dalam pernyataannya Selasa lalu, Gubernur RBA Philip Lowe tidak lagi menggunakan kata "sabar".

"Dalam beberapa bulan ke depan, bukti tambahan penting akan tersedia bagi dewan gubernur naik itu inflasi dan perubahan biaya tenaga kerja. Dewan gubernur akan menilai bukti-bukti tersebut dan informasi lainnya untuk menetapkan kebijakan moneter," kata Lowe sebagaimana dilansir Reuters.

Sikap RBA tersebut mirip dengan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) sebelumnya. Di mana menunjukkan sikap sabar, tetapi berubah dalam waktu singkat, bahkan kini agresif dalam menaikkan suku bunga.

Para analis pun melihat RBA bisa jadi akan agresif juga. Beberapa bank besar masih mempertahankan proyeksi kenaikan suku bunga pertama akan dilakukan di bulan Juni, dan akan menjadi kenaikan suku bunga pertama dalam 10 tahun terakhir.

Tidak hanya itu, RBA juga diperkirakan akan terus menaikkan suku bunga di sisa tahun ini hingga tahun depan.

Sebagaimana dilansir 9 News, bank besar di Australia memprediksi suku bunga akan mencapai 1,5% di akhir 2023.

Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo pada pengumuman kebijakan moneter edisi Maret menegaskan suku bunga masih akan dipertahankan hingga ada kenaikan inflasi secara fundamental, yakni inflasi inti.

"Saya tegaskan bahwa kebijakan moneter merespon kenaikan inflasi yang bersifat fundamental, yaitu inflasi inti. (Kebijakan moneter) tidak merespons secara langsung kenaikan volatile food maupun administered prices, tidak merespons first round impact, tetapi yang direspon adalah implikasinya," kata Perry.

BI memasang target inflasi sebesar 3% plus minus 1%, sementara inflasi inti pada bulan Maret tumbuh 2,37% lebih tinggi dari hasil polling Reuters sebesar 2,21%, dan jauh lebih tinggi dari bulan Februari 2,03%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular