
Wacana Suku Bunga Naik di Eropa, Rupiah Jadi Kurang Tenaga

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah cenderung bergerak melemah di Benua Biru, di mana rupiah terkoreksi terhadap euro dan poundsterling pada perdagangan Rabu (6/4/2022). Namun, Mata Uang Garuda berhasil menguat terhadap dolar franc swiss.
Melansir Refinitiv, pukul 11:15 WIB, euro menguat terhadap rupiah sebanyak 0,06% di Rp 15.649,53 dan poundsterling terapresiasi terhadap rupiah 0,10% di Rp 18.765,65.
Sementara itu, Mata Uang Tanah Air berhasil menguat tipis terhadap dolar franc swiss sebesar 0,02% ke Rp 15.419,31/CHF.
Dari sisi fundamentalnya, menurut Kepala ECB Belgia Pierre Wunsch bahwa bank sentral Eropa (ECB) dapat menaikkan suku bunga kembali ke nol tahun ini untuk memerangi inflasi yang tinggi.
ECB telah mempertahankan suku bunga di wilayah negatif sejak 2014 dan belum menaikkannya dalam lebih dari satu dekade, tetapi lonjakan inflasi yang tinggi di Eropa menekan ECB untuk bertindak lebih agresif.
"Berdasarkan prospek saat ini, jadi dengan pertumbuhan ekonomi yang positif, kami akan menaikkan suku bunga menjadi 0 pada akhir tahun ini. Tetapi saya harus mengatakan bahkan di dalam ECB belum ada diskusi tentang menaikkan suku bunga," kata Wunsch dikutip dari Reuters.
Gubernur bank sentral Jerman, Belanda dan Austria, yang semuanya dianggap paling konservatif di ECB dalam hal pengetatan kebijakan moneter, juga telah mengajukan kenaikan suku bunga dalam beberapa pekan terakhir, menunjukkan bahwa diskusi tentang langkah tersebut akan segera dilakukan.
Tidak heran, rupiah tertekan terhadap euro. Aksi ECB yang sedikit agresif telah membuat kurs euro menjadi menarik, sehingga pelemahan rupiah tidak terelakkan.
Suku bunga akan mempengaruhi nilai kurs suatu negara, karena ketika suku bunga naik maka akan membuat pengembalian dari investasi naik, sehingga akan banyak investasi yang masuk ke wilayah Eropa dan membuat euro menjadi perkasa.
Di Inggris, walaupun mata uang poundsterling berhasil menguat terhadap rupiah, tapi sentimen negatif tampaknya masih menghantui. Melansir BBC News, kasus infeksi Covid-19 di Inggris kembali melonjak pada kelompok usia lansia.
Survei Imperial College London menunjukkan bahwa sub-varian Omicron atau BA.2 yang paling banyak mendominasi kasus sebanyak 90%.
Namun, sisanya disebabkan oleh virus jenis baru yang dikenal sebagai Omicron XE yang diperkirakan merupakan campuran Omicron varian BA.1 dan BA.2 yang muncul ketika pasien terinfeksi kedua jenis varian pada saat bersamaan.
Berdasarkan tes swab yang diambil dari sampel acak 109.000 orang antara 8 dan 31 Maret, diperkirakan 6,37% orang di Inggris terpapar Covid dan naik tajam dari 2,88% pada bulan sebelumnya.
Diperkirakan sebanyak 8,31% dari kelompok usia di atas 55 tahun dinyatakan positif yang hampir 20 kali lipat dari rata-rata prevalensi yang tercatat sejak survei React dimulai pada Mei 2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar Pantau Inflasi & Suku Bunga, Rupiah Ambles di Eropa