
Baru Juga Hari Pertama April, Rupiah Tak Bertenaga di Eropa

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah melemah di hadapan poundsterling, dolar franc swiss dan euro pada perdagangan hari ini, Jumat (1/4/2022). Namun, sentimen negatif masih menghantui wilayah Eropa karena potensi penyetopan gas Rusia ke Eropa hari ini.
Melansir data Refinitiv, pada pukul 11:15 WIB euro terhadap rupiah terapresiasi 0,09% ke Rp 16.006,60/EUR.
Hal yang serupa, poundsterling menguat terhadap Mata Uang Garuda sebanyak 0,22% ke Rp 18.870,93/GBP dan dolar franc swiss terapresiasi terhadap rupiah sebanyak 0,24% ke Rp 15.566,63/CHF.
Sebagai informasi, rupiah berhasil menguat terhadap dolar AS sebanyak 0,06%, tapi sepertinya penguatan rupiah masih belum bisa membuat rupiah berjaya di Benua Biru.
Fundamentalnya, lonjakan permintaan pekerja di Inggris menunjukkan beberapa tanda stabilitas.
Konfederasi Perekrutan dan Ketenagakerjaan (REC) mengatakan lowongan pekerjaan baru turun 25% pada pekan terakhir bulan Maret.
"Pasar tenaga kerja telah sangat panas dalam beberapa bulan pertama tahun ini, dan selalu cenderung stabil di musim semi. Selama beberapa pekan ke depan kita akan melihat apakah ini adalah pendinginan yang kita harapkan atau pasar yang lebih lambat berkembang karena pengusaha memasukkan faktor kenaikan inflasi ke dalam rencana mereka," tutur Kepala Eksekutif REC Neil Carberry dikutip dari Reuters.
Berbeda dengan Inggris, wilayah Eropa sedang dilanda sentimen kurang baik karena pembeli gas Rusia menghadapi tenggat waktu untuk mulai membayar transaksi dalam rubel pada hari ini, sementara negosiasi damai masih akan dilanjutkan.
Ukraina masih bersiap untuk serangan lebih lanjut di wilayah selatan dan timur. Negosiasi perdamaian akan dilanjutkan melalui konferensi video hari ini.
Sementara itu, Uni Eropa (UE) telah mengusulkan undang-undang yang memaksa operator penyimpanan gas untuk mengisi lokasi setidaknya 80% dari kapasitas pada 1 November dengan asumsi beberapa gas Rusia terus mengalir.
Tetapi, penyimpanan saat ini hanya sekitar seperempat penuh.
Menurut Peneliti Institut Studi Energi Oxford Jack Sharples bahwa hal itu terlihat sangat sulit untuk dipenuhi, jika Rusia memutuskan untuk menyetop gasnya hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar Pantau Inflasi & Suku Bunga, Rupiah Ambles di Eropa