Cek! 5 Fakta Soal Inversi Yang Bikin Pasar Saham Goyang

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 April 2022 13:15
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar buruk seolah tidak pernah berhenti menghantam pasar saham global, mulai dari pandemi Covid-19, resesi, inflasi tinggi hingga perang Rusia Ukraina. Kini, muncul lagi isu baru yakni inversi yield obligasi (Treasury) Amerika Serikat (AS).

Inversi bukan hal yang baru, sudah sering terjadi dan hampir pasti berdampak buruk bagi perekonomian Paman Saham. Alhasil, kemuncucan inversi bisa membuat pasar saham AS (Wall Street) goyang dalam jangka pendek. Dan jika mengalami kemerosotan yang tajam, tentunya akan merembet ke pasar saham negara lainnya termasuk Indonesia.

Berikut 5 fakta mengenai inversi yield Treasury

1. Yield obligasi tenor jangka pendek lebih tinggi dari tenor panjang

Dalam kondisi normal, imbal hasil (yield) obligasi jangka pendek akan lebih rendah dari jangka panjang. Sementara saat inversi kebalikannya, yield obligasi jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang.

Di Amerika Serikat, inversi terjadi antara yield Treasury tenor 2 tahun dengan tenor 10 tahun pada mulai Kamis pekan lalu dan bertahan hingga Senin.

Inversi bisa dilihat dari spread (selisih) yield tenor 10 tahun dengan 2 tahun. Ketika spread-nya negatif artinya mengalami inversi.

2. Pelaku pasar pesimis dengan perekonomian jangka pendek

Pelaku pasar yang pesimis terhadap kondisi ekonomi jangka pendek menjadi pemicu terjadinya inversi. Pelaku pasar, khususnya investor obligasi melihat dalam jangka pendek perekonomian akan memburuk bahkan mengalami resesi, maka premi risiko yang diminta akan lebih tinggi.

Selain itu, para investor akan melepas obligasi jangka pendek dan memilih jangka panjang. Alhasil, yield Treasury tenor 2 tahun mengalami kenaikan dan tenor 10 tahun menurun hingga terjadi inversi.

Untuk diketahui pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika obligasi mengalami aksi jual maka harganya akan turun, dan yield akan bergerak naik. Begitu juga sebaliknya.


3. Sudah terjadi sebanyak 12 kali di Amerika Serikat

Inversi yield Treasury AS tidak hanya terjadi di tahun ini, tetapi sudah berkali-kali. Karena bukan "barang baru", setiap kali terjadi inversi maka pelaku pasar akan was-was.
Sejak The Fed San Fransisco, sejak tahun 1955 hingga 2018, inversi sudah terjadi sebanyak 10 kali. Dan sejak tahun 2018 hingga saat ini inversi terjadi 2 kali. Sehingga total sejak 1955 hingga saat ini sudah terjadi 12 kali inversi.

Sebelum tahun ini, inversi terakhir kali terjadi pada tahun 2019, sebelum terjadinya pandemi Covid-19.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Inversi "Peramal" Terjadinya Resesi

4. Tanda akan terjadinya resesi

Alasan kenapa pelaku pasar was-was jika inversi terjadi adalah resesi. Jika inversi muncul, maka resesi perekonomian AS berada di depan mata.

Berdasarkan riset dari The Fed San Francisco yang dirilis 2018 lalu menunjukkan sejak tahun 1955 ketika inversi yield terjadi maka akan diikuti dengan resesi dalam tempo 6 sampai 24 bulan setelahnya. Sepanjang periode tersebut, inversi yield Treasury hanya sekali saja tidak memicu resesi (false signal).

Terbaru, pada tahun 2019 yang memicu resesi perekonomian AS setelahnya. Meski saat itu ada faktor pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian dunia jeblok, banyak negara juga mengalami resesi.

resesiFoto: Federal Reserve Bank of San Francisco

Grafik di atas menunjukkan spread yield Treasury tenor 10 tahun dengan 2 tahun, dan wilayah abu-abu menunjukkan resesi di Amerika Serikat. Terlihat ketika spread negatif (inversi) maka setelahnya akan terjadi resesi.

Hanya pada pertengahan tahun 1960an ketika terjadi inversi tanpa disusul dengan resesi. Namun, Amerika Serikat tetap mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Sebelum tahun ini, sejak 1955 total sudah terjadi inversi yield Treasury sebanyak 11 kali, dan 10 kali menjadi resesi dalam tempo 2 tahun.

5. Inversi kali ini terjadi karena The Fed

Meski menjadi "peramal" resesi yang jitu, tetapi banyak analis melihat inversi kali ini tidak akan memicu terjadinya resesi. Sebab The Fed yang mempengaruhi pergerakan yield Treasury dengan kebijakan pembelian obligasi (quantitative easing/QE).

Kebijakan tersebut memang sudah berakhir bulan lalu, tetapi saat ini The Fed memiliki menyimpan Treasury dengan jumlah yang jumbo. Hal tersebut terlihat dari nilai neraca (balance sheet) yang nyaris mencapai US$ 9 triliun.

Sejak pademi Covid-19 nilai neraca The Fed melonjak US$ 4,8 triliun.

Richard Bernstein Associate, sebagaimana diwartakan CNBC International mengatakan jika The Fed tidak melakukan QE maka yield Treasury tenor 10 tahun akan berada di kisaran 3,7%. Sehingga spread dengan tenor 2 tahun akan menjadi positif 1%, tidak negatif atau mengalami inversi seperti saat ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Next Page
Inversi
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular