Harga Melambung, INDY Kerek Target Produksi Batu Bara?
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Indika Energy Tbk (INDY) belum akan mengubah target produksi batu bara pada tahun ini. Sehingga, pihaknya belum akan mengajukan perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022, meskipun harga batu bara tengah mengalami lonjakan.
Vice President Director and CEO Indika Energy Azis Armand mengatakan saat ini perusahaan tengah fokus untuk mengoptimalkan produksi sesuai dengan RKAB yang sudah diajukan sebelumnya.
Yang mana, INDY melalui anak usaha PT Kideco Jaya Agung pada 2022 sebesar 34 juta ton, sementara dari PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU) sebanyak 1,8 juta ton.
"Belum sih (rencana revisi target). Karena tantangan produksi tidak lebih gampang. Ada hujan dan ketersediaan alat berat," kata dia saat ditemui di Jakarta, Senin malam (4/4/2022).
Ia tak menampik bahwa permintaan batu bara dari beberapa negara Eropa saat ini memang ada, imbas dari invasi Rusia ke Ukraina. Namun demikian permintaannya tidak terlalu besar, mengingat kualitas yang dibutuhkan juga sedikit berbeda.
"Ada beberapa negara pasti ada. Masih ada Jerman, Spanyol juga," ujarnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia sebelumnya mengatakan bahwa berdasarkan info yang dia dapat, saat ini negara Eropa tengah melirik batu bara Indonesia. Namun, ia tak merinci secara detail mengenai alokasi dan rincian perusahaan mana saja yang tengah dijajaki.
"Nanti realisasinya kan baru ketahuan data data ekspor kita, nanti kita bandingkan saja. Tahun lalu ke Eropa barat misalnya cuma 1 juta sekarang misalnya ada 5 juta oh berarti ada tambahan," kata dia kepada CNBC Indonesia beberapa pekan lalu.
Menurut Hendra, negara-negara di Eropa yang tengah melakukan penjajakan pembelian batu bara RI diantaranya yakni Italia, Jerman, dan Polandia. Namun sayang, dia tidak mengetahui secara pasti besaran kuota batu bara yang dijajaki, mengingat hal tersebut bagian dari business to business perusahaan.
Adapun jika beberapa perusahaan batu bara ingin melakukan ekspor ke Eropa, setidaknya perusahaan harus merevisi rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB). Hal tersebut dapat dimulai atau diajukan pada awal Kuartal 2 tahun ini.
"Kalau sekarang yang sudah saya sampaikan perusahaan tetap dengan RKAB nya. Januari aja sudah terhambat ekspor nya. Nah praktiknya yang gini gini kan spot, nah belum tentu semua perusahaan punya slot yg tersedia," kata Hendra.
(pgr/pgr)