
Mata Uang "Underdog" Jadi Juara di Kuartal I-2022

Selain ekspektasi suku bunga, tingginya harga komoditas juga mendongkrak kinerja dolar Australia.
Sejak awal tahun 2000an, perekonomian Australia ditopang oleh "commodity boom" yakni kenaikan tajam harga komoditas. Investasi di sektor pertambangan pun semakin masif, sebelum akhirnya meredup sejak tahun 2014.
Sejak tahun lalu, "commodity boom" kembali terjadi, harga batu bara misalnya terus meroket memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa.
Sebagai eksportir terbesar kedua setelah Indonesia, lonjakan harga batu bara tersebut tentunya akan meningkatkan pendapatan negara.
Sehingga commodity boom yang terjadi lagi berpotensi membuat perekonomian Australia berputar lebih kencang lagi di tahun ini.
Tingginya harga komoditas di tahun ini membuat analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA), Kim Mundy menyebut kurs dolar Australia saat ini masih sangat undervalue dibandingkan dolar AS.
Analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA), Kim Mundy menyebut tingginya harga komoditas membuat dolar Australia sangat undervalue.
Pada awal Februari lalu Mundy mengatakan berdasarkan kalkulasi dari indeks harga komoditas RBA dan perbedaan suku bunga relatif di Australia dan Amerika Serikat. Mundy menyebut fair value AU$ 1 setara dengan US$ 0,86 (86 sen).
"Estimasi kami fair value dolar Australia berada di kisaran 86 sen AS," kata Mundy sebagaimana dilansir The Guardian, Jumat (4/2).
Melihat posisi dolar Australia per 30 Maret di kisaran US$ 0,75, dengan demikian, dolar Australia seharusnya bisa menguat sekitar 15% lagi. CBA sendiri memprediksi dolar Australia akan berada di kisaran US$ 0,80 (80 sen) di akhir tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]