Kurs Dolar Australia di Kuartal I: From Zero to Hero!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 April 2022 15:50
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs dolar Australia sempat jeblok hingga lebih dari 3% melawan rupiah di awal tahun ini, hingga nyaris ke bawah Rp 10.000/AU$. Tetapi setelahnya malah sukses bangkit dan mencatat penguatan tajam di kuartal I-2022.

Melansir data Refinitiv, dolar Australia mampu melesat 3,8% dalam 3 bulan pertama tahun ini di Rp 10.747/AU$. Bahkan sebelumnya sempat menembus ke atas Rp 10.800/AU$.

Berbalik arahnya dolar Australia tidak lepas dari ekspektasi kenaikan suku bunga di Negeri Kanguru. Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) pada Januari lalu masih menutup rapat peluang kenaikan suku bunga di tahun ini.

Tetapi hanya berselang satu bulan saja sikap itu berubah, Gubernur RBA Philip Lowe, membuka peluang kenaikan suku bunga lebih cepat. Sebabnya, inflasi yang sudah mencapai target sebesar 2% sampai 3%.

Pada akhir Januari lalu, Biro Statistik Australia melaporkan inflasi di kuartal IV-2021 tumbuh 1,3% dari kuartal sebelumnya. Sehingga inflasi selama setahun penuh menjadi 3,5% di 2021.

Kemudian inflasi inti tumbuh 1% di kuartal IV-2021 dari kuartal sebelumnya. Sepanjang 2021, inflasi inti tumbuh sebesar 2,6% yang merupakan level tertinggi sejak 2014.

Kemudian pada bulan lalu tingkat pengangguran di bulan Februari dilaporkan turun menjadi 4%, yang merupakan level terendah dalam lebih dari 13 tahun terakhir.

Alhasil, pelaku pasar kini memprediksi RBA akan menaikkan suku bunga paling cepat di bulan Juni. Dolar Australia pun terus menanjak.

Selain ekspektasi suku bunga, tingginya harga komoditas juga mendongkrak kinerja dolar Australia.

Sejak awal tahun 2000an, perekonomian Australia ditopang oleh "commodity boom" yakni kenaikan tajam harga komoditas. Investasi di sektor pertambangan pun semakin masif, sebelum akhirnya meredup sejak tahun 2014.

Sejak tahun lalu, commodity boom kembali terjadi, harga batu bara misalnya terus meroket memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa.

Sebagai eksportir terbesar kedua setelah Indonesia, lonjakan harga batu bara tersebut tentunya akan meningkatkan pendapatan negara.

Sehingga commodity boom yang terjadi lagi berpotensi membuat perekonomian Australia berputar lebih kencang lagi di tahun ini.

Tingginya harga komoditas di tahun ini membuat analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA), Kim Mundy menyebut kurs dolar Australia saat ini masih sangat undervalue dibandingkan dolar AS.

Analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA), Kim Mundy menyebut tingginya harga komoditas membuat dolar Australia sangat undervalue.

Pada awal Februari lalu Mundy mengatakan berdasarkan kalkulasi dari indeks harga komoditas RBA dan perbedaan suku bunga relatif di Australia dan Amerika Serikat. Mundy menyebut fair value AU$ 1 setara dengan US$ 0,86 (86 sen).

"Estimasi kami fair value dolar Australia berada di kisaran 86 sen AS," kata Mundy sebagaimana dilansir The Guardian, Jumat (4/2).

Melihat posisi dolar Australia per 30 Maret di kisaran US$ 0,75, dengan demikian, dolar Australia seharusnya bisa menguat sekitar 15% lagi. CBA sendiri memprediksi dolar Australia akan berada di kisaran US$ 0,80 (80 sen) di akhir tahun ini.

Berlanjutnya penguatan dolar Australia melawan dolar AS tentunya juga berpeluang mengerek nilainya melawan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular