
Penuh Lika-Liku, Rupiah Masih Cukup Oke di Kuartal I-2022

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi penyakit virus corona (Covid-19), perang Rusia dengan Ukraina hingga normalisasi kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) membuat perjalan rupiah penuh dengan lika-liku kuartal I-2022.
Meski tercatat melemah, tetapi kinerja rupiah bisa dikatakan cukup oke jika melihat tekanan dari eksternal yang begitu besar.
Melansir data dari Refinitiv, sepanjang kuartal I-2022 rupiah tercatat melemah 0,83% ke Rp 14.468/US$. Jika dibandingkan dengan mata uang utama Asia lainnya, rupiah berada di papan tengah. Yuan China menjadi mata uang terbaik di Asia, sekaligus menjadi satu-satunya yang mencatat penguatan sebesar 0,2%.
Sementara itu yen Jepang menjadi yang terburuk setelah merosot sebesar 5,7%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia sepanjang kuartal I-2022.
Dalam 3 bulan pertama tahun ini, Indonesia sempat mengalami lonjakan kasus Covid-19 yang membuat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kembali diketatkan pada bulan Februari lagi.
Untungnya, pengetatan tersebut tidak lama. Pemerintah sekali lagi sukses meredam penyebaran virus corona varian Omicron.
Ketika dalam negeri kondusif, eksternal yang bergejolak. Perang Rusia dengan Ukaraina yang dimulai sejak Kamis (24/2/2022) membuat pasar finansial global sedikit mengalami syok.
Blessing in disguise, perang tersebut justru menjadi salah satu yang membuat nilai tukar rupiah stabil. Sebab, aliran modal terbang dari Eropa, dan salah satunya menuju pasar saham Indonesia.
Data dari Emerging Portfolio Fund Research (EPFR) yang dikumpulkan Bank of America (BofA) menunjukkan dalam sepekan yang berakhir 2 Maret, terjadi net outflow di pasar saham Eropa senilai US$ 6,7 miliar atau sekitar Rp 95,8 triliun. Duit yang terbang keluar dalam sepekan tersebut menjadi yang terbesar dalam lima tahun terakhir.
Duit yang terbang dari Barat tersebut tentunya mencari tempat 'berkembang biak' yang baru, dan negara di Timur, yang jauh dari konflik dan minim eksposur ke Rusia menjadi salah satu pilihannya.
Data pasar mencatat, sepanjang kuartal I-2020, terjadi capital inflow di pasar saham Indonesia lebih dari Rp 27 triliun.
Selain itu, perang Rusia dengan Ukraina membuat harga komoditas melambung tinggi yang membuat neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus 21 bulan beruntun. Ini membantu transaksi berjalan (current account) membukukan surplus sebesar US$ 1,4 miliar atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV-2021, dan masih bisa berlanjut di kuartal I-2022.
Transaksi berjalan berperan penting terhadap stabilitas rupiah, sebab menunjukkan aliran devisa yang bertahan lama di dalam negeri.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga memiliki cadangan devisa yang cukup besar. Per akhir Februari 2022, Indonesia memiliki cadangan devisa sebesar US$ 141,4 miliar. Sebagai perbandingan, saat terjadi taper tantrum 2013, cadangan devisa Indonesia berada di kisaran US$ 105 miliar.
Alhasil nilai tukar rupiah masih stabil meski bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga dengan agresif di tahun ini.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> The Fed Super Agresif, Rupiah Tetap Kalem
