
Harga Tembaga Anjlok 1%, China Jadi "Biang Keladi"

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga tembaga dunia tergelincir karena Covid-19 telah membuat aktivitas manufaktur China melorot pada bulan Maret. Mata uang dolar AS yang menguat juga jadi beban laju harga tembaga.
Pada Jumat (4/1/2022) pukul 13.00 WIB harga tembaga dunia tercatat US$ 10.249/ton, anjlok 1,2% dibandingkan harga penutupan sebelumnya.
Sebagian besar aktivitas manufaktur China melambat pada bulan Maret, karena permintaan yang merosot akibat karantina wilayah/lockdown . Selain itu, meningkatnya biaya bahan baku yang disebabkan oleh krisis Ukraina menambah beban bagi perusahaan-perusahaan yang sudah menderita gangguan rantai pasokan yang berkepanjangan.
Data dari pemerintah China pagi ini menunjukkanpurchasing managers' index(PMI) manufaktur bulan Maret sebesar 49,5, turun dari bulan sebelumnya 50,2 dan lebih rendah dari prediksi ekonomi sebesar 49,7.
PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi sementara di atas 50 artinya ekspansi.
"Kehadiran COVID-19 yang berkelanjutan meskipun vaksinasi diperkirakan akan terus berdampak pada sisi penawaran dan permintaan untuk logam dasar tahun ini, dengan negara-negara yang mempraktikkan toleransi nol, seperti China, paling berisiko," kata Natalie Scott -Gray, analis senior di broker StoneX.
Indeks dolar AS (DXY) melanjutkan rebound menjelang rilis data pekerjaan AS. Mata uang dolar yang kuat membuat logam dalam denominasi greenback lebih mahal bagi pengguna mata uang lainnya. Kemarin, DXY tercatat US$ 98,31 naik dari posisi perdagangan hari sebelumnya di US$ 97,79.
(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Minyak Bangkit dari Kubur, Harga Karet Meluncur!