Lockdown-nya di China, Harga Tembaga Ikut Menderita...

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Selasa, 29/03/2022 12:24 WIB
Foto: Tambang Freeport Grasberg, Timika (CNBC Indonesia/Wahyu Daniel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga tembaga dunia melemah pada perdagangan jelang siang hari ini. Mata uang dolar Amerika Serikat (AS) yang melambung dan lockdown di China jadi pemberat.

Pada Selasa (29/3/2022) pukul 10:30 WIB harga tembaga tercatat US$ 10.322,5, turun 0,18% dibandingkan harga penutupan kemarin.


Indeks dolar AS menguat 0,31% kemarin menjadi 99. Dolar AS telah diuntungkan dari statusnya sebagai tempat lindung nilai aset yang aman. Hal ini jadi sentimen negatif bagi tembaga yang dibanderol dengan greenback karena membuatnya lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain.

Keperkasaan dolar AS tak lepas dari ekspektasi kenaikan suku bunga AS menekan peredaran dolar di pasar sehingga harganya pun meningkat. Terlebih lagi konflik di Ukraina telah mendorong ekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga lebih agresif. Kenaikan suku bunga di AS bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia sehingga mengancam permintaan tembaga.

Di sisi lain, pandemi kembali mengganas di China. Dalam sepekan hingga 26 Maret 2022, rata-rata kasus positif harian Covid-19 tercatat 1.863 orang per hari. Sepekan sebelumnya bahkan mencapai 2.104,71 orang.

Pemerintah China sangat tegas soal Covid-19, tiada toleransi (zero tolerance). Begitu ada kluster penyebaran, langsung karantina wilayah atau lockdown.

Di Shanghai, pemerintah setempat memutuskan untuk melakukan lockdown secara bertahap di wilayah kota itu. Hal ini dilakukan setelah jumlah kasus Covid-19 naik cukup tinggi.

Pihak berwenang mengatakan mereka akan membagi Shanghai menjadi dua menggunakan patokan Sungai Huangpu. Distrik di sebelah timur sungai, dan beberapa di baratnya, akan dikunci dan diuji antara 28 Maret dan 1 April. Area yang tersisa akan dikunci dan diuji antara 1 dan 5 April.

Dikatakan juga bahwa semua perusahaan dan pabrik akan menangguhkan produksi atau bekerja dari jarak jauh selama penguncian. Pengecualian bagi mereka yang terlibat dalam menawarkan layanan publik atau memasok makanan. Hal ini tentu akan memukul permintaan tembaga sebagai logam industri.

China sendiri adalah konsumen tembaga olahan terbesar di dunia dengan mengonsumsi 54% dari total volume konsumsi tembaga dunia, melansir data Statista. Sehingga permintaan dari China mampu mempengaruhi laju harga tembaga dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sinyal Lesunya Ekonomi RI, Kredit Perbankan Melambat Lagi