Tak Peduli Fed Bakal Kerek Bunga 50 Bps, Rupiah Tetap Ngegas!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 25/03/2022 09:17 WIB
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (25/3/2022) melanjutkan penguatan tipis Kamis kemarin. Aliran modal asing yang kembali masuk ke dalam negeri membuat rupiah kemarin mampu membalikkan pelemahan di awal perdagangan, dan berlanjut pada hari ini.

Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.330/US$, menguat 0,1% di pasar spot. Penguatan tersebut kemudian terpankas dan rupiah berada di Rp 14.340/US$ pada pukul 9:06 WIB.

Tanda-tanda penguatan rupiah sudah terlihat di pasar non-deliverable forward (NDF) yang pagi tadi lebih kuat ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.


PeriodeKurs Kamis (24/3) pukul 15:07 WIBKurs Jumat (25/3) pukul 8:58 WIB
1 PekanRp14.338,7Rp14.331,0
1 BulanRp14.351,8Rp14.340,0
2 BulanRp14.362,6Rp14.346,0
3 BulanRp14.376,5Rp14.364,0
6 BulanRp14.451,3Rp14.423,0
9 BulanRp14.538,9Rp14.508,0
1 TahunRp14.640,9Rp14.630,0
2 TahunRp14.955,0Rp14.968,0

Duit asing kembali mengalir deras ke bursa saham Indonesia. Investor asing kembali melakukan aksi beli bersih senilai US$ 1,59 triliun di pasar reguler dan ditambah pasar nego dan tunai totalnya menjadi US$ 1,69 triliun.

Perang yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina memicu capital outflow dari Eropa, dan Indonesia menjadi salah satu tujuannya. Sepanjang tahun ini investor asing melakukan net buy sekitar 38,4 triliun di pasar reguler.

Di awal perdagangan hari ini, investor asing kembali melakukan beli bersih sebesar lebih dari Rp 60 miliar.

"Aliran modal tidak ingin berada di Eropa, sebab tidak hanya sangat dekat dengan Ukraina, tetapi juga efek dari sanksi yang dijatuhkan ke Rusia," kata Huw Roberts, kepala analis di Quant Insight, sebagaimana dilansir CNBC International.

Di sisi lain, ekspektasi kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan Mei masih menjaga kinerja dolar AS. Beberapa pejabat elit bank sentral AS (The Fed) sudah mengungkapkan kesiapannya menaikkan suku bunga 50 basis poin, termasuk sang ketua Jerome Powell.

Data terbaru juga mendukung hal tersebut. Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan klaim awal tunjangan pengangguran pada pekan lalu sebanyak 187.000 orang, menjadi yang terendah sejak September 1969.

Data tersebut menunjukkan pasar tenaga kerja Amerika Serikat sangat kuat, yang bisa menyakinkan anggota The Fed untuk menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin.

"Data yang kita lihat sudah pasti mendukung peluang kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin beberapa kali di tahun ini, dan kemungkinan akan terjadi di beberapa bulan ke depan yang membuat dolar AS lebih unggul ketimbang mata uang utama lainnya. Yang mengejutkan, dolar AS juga menguat melawan mata uang komoditas," kata Karl Schamotta, kepala ahli stretegi pasar di Cambridge Global Payments di Toronto, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (25/3/2022).

Seperti diketahui, belakangan ini banyak pejabat The Fed yang buka suara terkait kenaikan suku bunga 50 basis poin.

"Saya punya semua untuk didiskusikan saat ini. Jika kami perlu menaikkan 50 basis poin, maka kami akan melakukannnya. Dengan pasar tenaga kerja yang kuat, inflasi, inflasi, dan inflasi menjadi prioritas utama The Fed," kata Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly dalam sebuah acara yang diadakan Bloomberg, sebagaimana dilansir Reuters Kamis (24/3/2022).

Fed Daly selama ini dikenal sebagai pejabat elit The Fed yang lebih berhati-hati untuk menaikkan suku bunga. Pernyataannya yang siap menaikkan sebesar 50 basis poin menjadi indikasi kuat jika The Fed akan melakukannya di bulan Mei.

Presiden The Fed Cleveland, Loretta Mester juga mengatakan hal yang senada.

"Saya lebih suka melakukan front-loading. Posisi kita akan semakin baik jika kita melakukan lebih awal ketimbang di semester II-2022," kata Mester.
Mester ingin suku bunga The Fed di akhir tahun ini berada di 2,5%, artinya ia akan memilih untuk menaikkan suku bunga 50 basis poin sebelum akhir kuartal II-2022.

Presiden The Fed St. Louis, James Bullard menjadi yang paling bullish. Bullard pada pekan lalu sebenarnya memilih kenaikan sebesar 50 basis poin, dan menginginkan di akhir tahun nanti suku bunga mencapai 3%.

Ketua The Fed, Jerome Powell juga menyatakan kesiapannya untuk berintindak lebih agresif.

"Kami akan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas harga. Secara khusus, jika kami menyimpulkan kenaikan suku bunga lebih dari 25 basis poin tepat dilakukan, kami akan melakukannya. Dan jika kami memutuskan perlu melakukan pengetatan di luar dari kebiasaan yang normal, kami juga akan melakukannya," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (22/3/2022).

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas 70% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin  menjadi 0,75% - 1% pada bulan Mei.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS