
RI Awas! Banyak "Kompor" Agar The Fed Kerek Suku Bunga 50 Bps

Kenaikan suku bunga The Fed pada pekan lalu berjalan mulus, tidak ada gejolak di pasar finansial. Tetapi, jika semakin agresif dengan menaikkan 50 basis poin, bahkan mungkin lebih dari satu kali tentunya ada risiko terjadi gejolak.
Efek ngeri dari normalisasi kebijakan The Fed bisa tergambar nyaris 1 dekade yang lalu. Taper tantrum 2013 tentunya masih membekas di benak para pelaku pasar global, bahkan di Indonesia efeknya masih bisa terlihat hingga saat ini. Nilai tukar rupiah tidak pernah lagi menyentuh level Rp 10.000/US$, bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sulit untuk ke atas 5%.
Pada pertengahan 2013 ketua The Fed kala itu, Ben Bernanke, mengumumkan akan melakukan tapering, yang mengejutkan pasar. Sontak yield obligasi (Treasury) AS melesat naik yang memicu capital outflow yang sangat besar dari negara-negara emerging market termasuk Indonesia dan kembali ke Amerika Serikat.
Alhasil, pasar finansial Indonesia bergejolak, rupiah menjadi salah satu korbannya, yang terus melemah sejak pertengahan 2013 hingga akhir 2015.
Di akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ kemudian terus melemah hingga mencapai puncaknya pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.
Jebloknya kinerja rupiah berdampak besar dan buruk bagi Indonesia. Inflasi menjadi meroket hingga ke atas 8%.
Inflasi yang tinggi pun memakan korban, daya beli masyarakat menurun yang pada akhirnya berdampak pada pelambatan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, guna meredam pelemahan rupiah serta inflasi, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga dengan agresif sebesar 175 basis poin pada periode Juni 2013 hingga November 2013 menjadi 7,5%.
Alhasil, suku bunga kredit modal kerja, konsumsi hingga investasi semua mengalami kenaikan. Ekspansi dunia usaha menjadi terhambat, ditambah dengan daya beli yang melemah membuat perekonomian Indonesia terpukul.
Di kuartal II-2014, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 4,94% year-on-year (yoy). Untuk pertama kalinya sejak kuartal III-2009, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 5%. Setelahnya, bisa dilihat PDB Indonesia tidak pernah jauh dari 5%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Fundamental Dalam Negeri Lebih KuatĀ