Sempat di Rp 14.000, Sekarang Saham SLIS Anjlok ke Rp 500-an
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham emiten perdagangan komponen elektronik dan perakitan kendaraan listrik, PT Gaya Abadi Sempurna Tbk (SLIS), ditutup anjlok hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) 7% hari ini, Rabu (16/3/2022).
Setelah menyentuh level tertinggi di Rp 14.450/unit pada 12 Agustus tahun lalu, saham SLIS cenderung bergerak 'menuruni tebing curam'.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (16/3), saham SLIS ambles 6,72% ke Rp 555/unit.
Dalam sebulan belakangan, harga saham SLIS sudah minus 47,89%. Adapun, sejak awal tahun (ytd), saham ini sudah anjlok 30,63%.
Sementara, apabila dibandingkan dengan harga tertinggi Rp 14.450/unit pada 12 Agustus 2021, harga saham SLIS sudah 'terjun bebas' 96,16%.
Bahkan, menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, saham ini berada di peringkat ketiga daftar top losers alias saham paling anjlok sepanjang 2021. Persentase penurunan saham SLIS sepanjang tahun lalu sebesar 83,67%.
Pihak BEI sendiri sempat melakukan suspensi (penghentian sementara perdagangan) saham SLIS pada 28 September 2021 lantaran terjadi penurunan harga kumulatif yang signifikan pada saham tersebut.
Sebenarnya, saham SLIS sempat menikmati masa-masa indah di periode Januari 2021 sampai Agustus 2021. Kala itu, para pemegang sahamnya akan menikmati 'cuan' berlimpah.
Sebagai gambaran, di rentang 4 Januari 2021 sampai 12 Agustus 2021, harga saham SLIS meroket 194,30%.
Secara kinerja keuangan, SLIS mengalami penurunan laba bersih 21,58% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 19,99 miliar per 30 September 2021.
Pendapatan bersih perusahaan sebenarnya tumbuh 8,02% secara yoy menjadi Rp 321,17 miliar hingga akhir kuartal III tahun lalu. Namun, beban pokok penjualan dan pendapatan membengkak sebesar 12,75% yoy menjadi Rp 268,67 miliar.
Asal tahu saja, SLIS merupakan produsen barang elektronik, seperti lampu dan kipas angin. Selain itu, perusahaan ini juga memproduksi sepeda listrik dan motor listrik.
Emiten Lain Juga Nyemplung ke Motor Listrik
Prospek bisnis motor listrik di RI sebenarnya tergolong cerah di tengah tumbuhnya ekonomi hijau atawa green economy, kendati masih dibutuhkan sejumlah pengembangan dan pertimbangan di beberapa aspek.
Diwartakan CNBC Indonesia sebelumnya, Kementerian Perindustrian menargetkan, produksi kendaraan elektrifikasi, termasuk listrik murni dan hybrid, untuk jenis roda empat dan roda dua, bisa lebih dari 2 juta unit pada 2025. Terdiri dari 400 ribu unit roda empat dan 1,76 juta unit roda dua.
Sementara, 8 tahun ke depan, atau pada 2030, produksi ditargetkan meningkat menjadi 600 ribu roda empat dan 2,45 juta unit roda dua.
Indonesia sebenarnya sudah meluncurkan dan memiliki motor listrik nasional yang diberi nama Gesits, yang merupakan hasil dari proyek kerja sama yang melibatkan konsorsium penelitian perguruan tinggi dan pihak industri, baik itu BUMN maupun pihak swasta.
Situs resminya mencatat Gesits dibikin oleh PT WIKA Industri Manufaktur (WIMA), perusahaan joint venture antara PT Wijaya Karya Industri & Konstruksi (anak usaha PT Wijaya Karya Tbk/WIKA) dengan PT GESITS Technologies Indo yang didirikan pada tahun 2018.
Beberapa emiten di bursa juga sudah menyatakan masuk ke bisnis motor listrik.
Emiten batu bara PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), misalnya, pada November tahun lalu membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan raksasa ride-hailing Gojek terkait pengembangan bisnis sepeda motor listrik di Indonesia.
Sebelumnya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS), melalui anak usahanya PT NFC Indonesia Tbk (NFCX), dari Grup Kresna, menggandeng perusahaan layanan kurir PT SiCepat EkspresĀ Indonesia (SiCepat) memasuki bisnis kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dengan membentuk perusahaan patungan (joint venture) bernama PT Energi Selalu Baru (ESB).
Menurut keterbukaan informasi perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 9 Juli 2021, nantinya, ESB akan berfokus pada distribusi sepeda motor listrik, penukaran baterai dan berbagai layanan pendukungnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/vap)