
2021 Bukan Tahunnya Pemegang Saham Ini, Amsyong Parah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil tumbuh dua digit sepanjang 2021, terdapat sejumlah saham yang memiliki kinerja jeblok hingga minus 80%.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG terkerek naik 10,08% ke posisi 6.581,48 per perdagangan terakhir tahun ini, Kamis (30/12/2021). Sejak awal tahun, investor asing tercatat melakukan beli bersih Rp 36,52 triliun di pasar reguler, tetapi membukukan jual bersih Rp 6,82 triliun di pasar negosiasi dan pasar tunai.
Berikut daftar saham paling boncos pada 2021:
Emiten | Ticker | Return 2021 (%) |
Bank Mayapada Internasional | MAYA | -85.61 |
Wilton Makmur Indonesia | SQMI | -84.39 |
Gaya Abadi Sempurna | SLIS | -83.67 |
Cahaya Bintang Medan | CBMF | -82.81 |
Intan Baruprana Finance | IBFN | -80.00 |
Sumber: BEI
Saham emiten perbankan milik Dato' Sri Tahir yaitu PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) yang ambles 85,61% ke Rp 660/saham. Saham MAYA drop signifikan setelah melaksanakan penambahan modal lewat penerbitan saham baru ala right issue pada semester I tahun ini.
Secara historis, sejak menyentuh Rp 6.225/saham pada April 2021, saham MAYA terus menuruni 'bukit'.
Mengenai kinerja keuangan terakhir, Bank Mayapada berhasil mencatatkan pendapatan bunga Rp 4,60 triliun per 30 September 2021, naik 22,44% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan posisi periode yang sama tahun lalu.
Namun, laba bersih Bank Mayapada turun signifikan sebesar 87,45% secara yoy pada akhir kuartal III 2021 menjadi Rp 26,14 miliar.
Posisi kedua, ada saham tambang emas SQMI yang 'terjun bebas' 84,39% sejak awal tahun ini. Kondisi keuangan SQMI juga sedang tertekan, yang ditunjukkan dengan total ekuitas perusahaan yang negatif Rp 189,00 miliar per akhir September 2021.
SQMI juga masih merugi Rp 11,24 miliar per kuartal III 2021, kendati lebih kecil dari posisi kuartal III 2020 yang rugi Rp 44,85 miliar.
Arus kas operasi juga masih minus Rp 19,65 miliar pada akhir triwulan ketiga 2021.
Menurut keterbukaan informasi soal hasil paparan publik (public expose) SQMI pada 17 Desember 2021, pihak perusahaan menjelaskan ekuitas yang negatif terjadi sebagai akibat dari accounting treatment.
"Karena perusahaan tidak ada significant loan (pinjaman signifikan) ke pihak ketiga, semua pembiayaan di-support (didukung) full (secara penuh) oleh internal perusahaan sendiri, yaitu dari induk perusahaan kami di Singapura. Wilton Singapura committed untuk men-support (mendukung) agar project ini dapat berjalan dengan lancar," jelas manajemen, dikutip CNBC Indonesia, Jumat (31/12).
Kendati ekuitas perusahaan negatif, pihak SQMI berharap untuk dapat mulai trial production pada pertengahan tahun 2022.
Adapun soal penurunan harga saham perseroan, manajemen SQMI melihat bahwa tren penurunan harga saham ini sebagai akibat dari tren market yang sedang menurun. "Kami harap di tahun mendatang akan segera pulih kembali," imbuh manajemen.
Saham SLIS, CBM, hingga IBFN juga menanggung kerugian yang besar tahun ini, yakni masing-masing minus 83,67%, 82,81%, dan 80%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balas Dendam, tapi Apa Kuat ke 7.000 Lagi?