Rupiah Melemah Di Eropa, Ekonomi Inggris Diramal Resesi?
Jakarta, CNBC Indonesia- Performa rupiah melemah terhadap euro dan poundsterling, tapi berhasil menguat terhadap dolar franc swiss pada perdagangan Selasa (15/3). Namun, ekonomi di Eropa dan Inggris dilanda sentimen kurang baik, karena Rusia akan menyetop pasokan komoditasnya dan ekonomi Inggris diprediksi akan mengalami resesi.
Melansir Refinitiv, pukul 11:10 WIB, euro menguat terhadap rupiah sebanyak 0,20% di Rp 15.706,66 dan poundsterling terapreasiasi terhadap rupiah 0,18% di Rp 18.661,67. Namun, Mata Uang Tanah Air berhasil menguat terhadap dolar franc swiss sebesar 0,10% ke Rp 15.247,74/CHF.
Kemarin, Perdana Menteri Rusia menandatangi dekrit yang melarang ekspor gula putih dan mentah hingga tanggal 31 Agustus, serta melarang eskpor biji-bijiannya mulai dari jenis gandum hitam, jelai, dan jagung ke negara-negara Uni Eropa hingga 30 Juni.
Diketahui, Rusia adalah eksportir gandum terbesar di dunia, Mesir dan Turki menjadi pembeli utama. Hal tersebut diperkuat oleh Wakil Perdana Menteri Rusia Viktoria Abramchenko bahwa hal tersebut upaya untuk megamankan komoditas biji-bijian untuk kebutuhan dalam negeri.
Harga gandum Eropa melonjak kemarin setelah Rusia melarang ekspor biji-bijian hingga 30 Juni. Hari ini, mengacu ke trading economics, harga gandum di banderol US$1.084/basel naik 1,31% dan harga jagung melesat naik 1,96% ke US$742,5/bushel.
Tidak seperti di wilayah Eropa, perdagangan Inggris dengan Rusia relatif sedikit. Namun, biaya energi yang tinggi mengikis kepercayaan para pengusaha di Inggris. Amrita Sen, direktur penelitian konsultan ekonomi di Energy Aspects mengatakan bahwa dia memandang risiko resisi sangat tinggi.
Hal tersebut diperkuat oleh Jagjit Chadha, direktur Institute Nasional Penelitian Ekonomi dan Sosial Inggris (NIESR) bahwa harga energi dan minyak yang tinggi saat ini membuat Inggris mendekati penurunan aktivitas. Bank of England (BOE) diprediksikan akan kembali menaikkan suku bunga acuannya kembali ke tingkat pra-pandemi sebesar 0,75% pada Kamis (17/3) dalam upaya menghentikan inflasi yang melampaui target.
Data rilis ekonomi yang baik membantu menstabilkan rupiah dari tekanan eksternal, sehingga melemahnya rupiah tidak terlalu signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia surplus dan berhasil mempertahankan selama 22 bulan beruntun, di mana nilai ekspor meningkat 34,14% senilai US$ 20,46 miliar dan nilai impor senilai US$ 16,64 miliar. Sehingga, berhasil membukukan neraca perdagangan yang surplus senilai US$3,82 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)