
Jos! Rupiah Mulai Bertenaga Lawan Dolar AS Nih...

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah bergerak melemah di awal sesi perdagangan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (15/3/2022). Namun, berhasil berputar arah menguat karena rilis data ekonomi yang baik hari ini.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan terkoreksi 0,03% ke Rp 14.335/US$. Namun, pada pukul 11:00 WIB, rupiah berbalik arah menguat di Rp 14.320/US,
Berikut kurs dolar AS di pasar Non-Deriverable Market (NDF) beberapa saat usai penutupan perdagangan pasar spot pekan lalu dibandingkan hari ini, Selasa (15/3), seperti dilansir data Refinitiv:
Periode | Kurs Senin (14/3) Pukul 15:03 WIB | Kurs Selasa (15/3) Pukul 11:05 WIB |
1 Pekan | Rp14.320,9 | Rp14.311,0 |
1 Bulan | Rp14.330,0 | Rp14.320,0 |
2 Bulan | Rp14.350,0 | Rp14.338,0 |
3 Bulan | Rp14.381,0 | Rp14.364,0 |
6 Bulan | Rp14.477,0 | Rp14.455,0 |
9 Bulan | Rp14.587,0 | Rp14.575,0 |
1 Tahun | Rp14.707,0 | Rp14.690,0 |
2 Tahun | Rp15.133,9 | Rp15.095,4 |
Penguatan rupiah sudah terlihat dari NDF jika membandingkan nilai di penutupan kemarin dan NDF hari ini.
Investor masih menunggu keputusan kebijakan moneter dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada pekan ini. Pada pertemuan periode 16 dan 17 Maret, The Fed juga akan membahas mengenai proyeksi ekonomi dan angka inflasi AS.
Analis di Wall Street memprediksikan angka inflasi tahun ini berada di 4%. Sementara itu, prediksi PDB AS akan lebih lambat karena perang yang terjadi di Ukraina, inflasi yang tinggi, dan pengetatan kondisi pasar keuangan. Prediksi PDB AS sekitar 4% tahun ini, bahkan analis Goldman Sachs telah menurunkan ekspektasinya untuk PDB AS hanya di 2,9% saja.
Penyebaran Covid-19 di China juga menyumbang kecemasan bahwa lockdown akan berdampak pada hambatan rantai pasok, setelah kota manufaktur Shenzhen di tutup. Padahal, harga komoditas sudah melonjak imbas perang di Ukraina. Sehingga, adanya kecemasan bahwa hal tersebut akan ikut mendorong angka inflasi di dunia naik kembali.
Sementara itu, pekan ini juga dijadwalkan bahwa Bank Indonesia (BI) akan merilis kebijakan moneternya.
Mengacu kepada poling analis Reuters, BI akan menaikkan suku bunga acuannya mulai di kuartal ketiga tahun ini atau beberapa bulan setelah The Fed menaikkan suku bunga acuannya yang diprediksi sebanyak 25 basis poin. Pada pekan ini, BI diprediksi oleh 20 analis bahwa akan tetap mempertahankan suku bunga acuannya di 3,5%, lebih dari sepertiga responden mengharapkan kenaikan pada kuartal berikutnya dengan kenaikan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75% pada Juli hingga September.
Sebagian besar analis mengatakan bahwa Indonesia akan lebih baik daripada pengetatan The Fed sebelumnya karena ekonomi Indonesia mendapat untung dari ledakan harga komoditas dunia yang membuat rupiah relatif stabil dan potensi meningkatnya neraca perdagangan.
Ekonomi Indonesia sudah berangsur membaik tercermin pada Utang Luar Negeri (ULN) di Januari turun dari US$ 415,3 miliar ke US$ 413,6 miliar. Selain itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono melaporkan nilai ekspor Indonesia pada Februari melesat naik 34,14% secara tahunan atau senilai US$ 20,46 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer