Meroket Bak Rudal! Harga Emas Nyaris Cetak Rekor Pekan Ini

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 March 2022 17:20
Gold bars are stacked in the safe deposit boxes room of the Pro Aurum gold house in Munich, Germany,  August 14, 2019. REUTERS/Michael Dalder
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia meroket di awal pekan ini hingga nyaris mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Sayangnya, penguatan tersebut gagal dipertahankan dan akhirnya terpangkas.

Ada dua faktor utama yang menjadi penggerak emas di pekan ini, perang Rusia-Ukraina serta ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed).

Melansir data Refinitiv, pada Selasa (8/3) emas sempat melesat hingga 3,6% ke US$ 2.069,89/troy ons, sebelum mengakhiri perdagangan di US$ 2.052,41/troy ons atau menguat 0,27%.

Untuk diketahui rekor tertinggi harga emas dunia yakni US$ 2.072,49, yang dicapai pada 7 Agustus 2020 lalu.

Sayangnya, pada Kamis (9/3) emas malah ambrol nyaris 3% dan terus menurun setelahnya. Sepanjang pekan ini emas dunia akhirnya mencatat penguatan 0,9% di US$ 1.985,28/troy ons.

Perang Rusia dan Ukraina masih menjadi penggerak utama harga emas dunia yang membuatnya nyaris mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di pekan ini.

Perang yang berlarut-larut diperkirakan akan membuat perekonomian dunia terpukul, aset-aset berisiko pun rontok. Wall Street yang menjadi kiblat bursa saham dunia terus merosot.

Indeks Dow Jones jeblok lebih dari 1,3% dan sudah merosot dalam 5 pekan beruntun. Indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing anjlok 1,8% dan 3,5% minggu ini.

Hal tersebut membuat emas yang menyandang status safe haven diburu para investor, yang membuat harganya melesat di awal pekan ini.

Namun, kemungkinan bank sentral AS (The Fed) yang akan agresif menaikkan suku bunga di tahun ini membuat emas terkoreksi.

The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter pada pekan depan dan diperkirakan sebesar 25 basis poin. Tetapi dengan inflasi yang terus melesat tinggi, ada kemungkinan The Fed akan lebih agresif lagi dalam menaikkan suku bunga di tahun ini.

Data dari Amerika Serikat pekan ini menunjukkan inflasi bulan Februari melesat 7,9% year-on-year (yoy) menyentuh level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir.

Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, bahkan memperkirakan warga AS akan merasakan inflasi sangat tinggi dan membuat tidak nyaman.

"Saya pikir banyak ketidakpastian yang terkait dengan perang Rusia dengan Ukraina. Dan saya pikir itu akan mempertajam inflasi. Saya tidak mau membuat prediksi apa yang akan terjadi di semester II tahun ini. Kita kemungkinan akan melihat inflasi yang sangat tinggi dan tidak membuat nyaman," kata Yellen sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (11/3). 

Tingginya inflasi memang sudah diperkirakan oleh The Fed. Tetapi jika berlangsung lama tentunya akan menjadi masalah, dan The Fed bisa bertindak sangat agresif dalam menaikkan suku bunga.

Kemungkinan tersebut diungkapkan langsung oleh ketua The Fed, Jerome Powell.

"Kami akan berhati-hati saat mempelajari implikasi perang di Ukraina terhadap perekonomian. Kami memiliki ekspektasi inflasi akan mencapai puncaknya kemudian turun di tahun ini. Jika inflasi malah semakin tinggi atau lebih persisten, kami akan bersiap untuk menaikkan suku bunga lebih agresif dengan menaikkan suku bunga lebih dari 25 basis poin pada satu atau beberapa pertemuan," kata Powell.

Meski emas secara tradisional dianggap aset lindung nilai terhadap inflasi, tetapi jika inflasi terus meninggi tentunya The Fed bisa semakin agresif dalam menaikkan suku bunga. Hal tersebut menjadi sentimen negatif bagi emas dunia yang merupakan aset tanpa imbal hasil.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Emas: Untung Tak Bisa Diraih, Jeblok Tak Bisa Ditolak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular