Sudah Menguat 3 Hari Beruntun, Rupiah Akhirnya KO Juga

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 March 2022 15:13
rupiah melemah terhadap Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia -  Memburuknya sentimen pelaku pasar membuat rupiah akhirnya melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (11/3) menghentikan penguatan 3 hari beruntun.

Rupiah sebenarnya menguat tipis 0,03% di pembukaan perdagangan, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah. Sempat menyentuh Rp 14.315/US$ atau melemah 0,28%, di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.300/US$, melemah 0,18% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Di pasar non-deliverable forward (NDF) rupiah memang sudah melemah sejak pagi tadi sebelum pembukaan perdagangan. Beberapa saat setelah penutupan, juga posisinya lebih lemah ketimbang pagi tadi bahkan berada di atas Rp 14.300/US$. 

PeriodeKurs Jumat (11/3) pukul 8:54 WIB Kurs Jumat (11/3) pukul 15:06 WIB
1 PekanRp14.270,0Rp14.329,7
1 BulanRp14.251,0Rp14.338,0
2 BulanRp14.268,0Rp14.359,0
3 BulanRp14.292,0Rp14.383,0
6 BulanRp14.371,0Rp14.498,0
9 BulanRp14.482,0Rp14.620,0
1 TahunRp14.641,0Rp14.737,9
2 TahunRp15.104,0Rp15.330,0

Sentimen pelaku pasar yang kembali memburuk akibat perang Rusia - Ukraina membuat rupiah akhirnya melemah. Pasukan Rusia yang dilaporkan semakin mendekati ibu kota Ukraina, Kyiv, membuat sentimen pelaku pasar memburuk yang berisiko menekan rupiah pada perdagangan hari ini, Jumat (11/3).

CNBC International melaporkan salah satu pejabat di Pentagon menyebut jika pasukan Rusia sudah berada sekitar 15 kilometer dari Kyiv. Pejabat tersebut juga yakin Rusia berencana mengepung Kyiv.

Perang tersebut juga membuat pelaku pasar kembali "membuang" mata uang utama Asia. Padahal, dua pekan lalu mayoritas mata uang Asia kembali diburu para pelaku pasar, tercermin dari hasil survei 2 mingguan yang dilakukan Reuters. Hasil survei tersebut tentunya menjadi kabar bagus di saat bank sentral AS (The Fed) berencana menaikkan suku bunga dengan agresif.

Survei tersebut menggunakan skala -3 sampai 3, angka negatif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) mata uang Asia dan jual (short) dolar AS. Semakin mendekati -3 artinya posisi long yang diambil semakin besar.

Sementara angka positif berarti short mata uang Asia dan long dolar AS, dan semakin mendekati angka 3, semakin besar posisi short mata uang Asia.

Survei terbaru yang dirilis Kamis (10/3/2022) menunjukkan angka untuk rupiah di 0,49, berbalik dari sebelumnya -0,01.

Padahal dua pekan lalu, menjadi pertama kalinya pelaku pasar mengambil posisi long rupiah sejak pertengahan November tahun lalu, kini sudah berbalik lagi.

Dari 9 mata uang utama Asia, kini hanya 2 saja yang masih mendapat posisi long, itu pun mengalami penurunan tajam. Yuan China dengan angka indeks -0,85, turun dari dua pekan lalu -0,99 dan baht Thailand yang hanya tersisa -0,08 dari sebelumnya -1,07.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Inflasi AS Melesat Lagi

Tren kenaikan inflasi di Amerika Serikat (AS) masih terus berlanjut. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, bahkan menyatakan inflasi masih akan terus menanjak dalam waktu yang cukup lama.

Alhasil, risiko The Fed (bank sentral AS) akan sangat agresif dalam menaikkan suku bunga semakin menguat.

Kemarin, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan Februari melesat 7,9% year-on-year (yoy) lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,5%.

Inflasi pada bulan lalu itu menjadi yang tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir, tepatnya sejak Januari 1982.

Inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dilaporkan tumbuh 6,4% (yoy) menjadi yang tertinggi sejak Agutus 1982.

"Saya pikir banyak ketidakpastian yang terkait dengan perang Rusia dengan Ukraina. Dan saya pikir itu akan mempertajam inflasi. Saya tidak mau membuat prediksi apa yang akan terjadi di semester II tahun ini. Kita kemungkinan akan melihat inflasi yang sangat tinggi dan tidak membuat nyaman," kata Yellen sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (11/3).

Tingginya inflasi memang sudah diperkirakan oleh The Fed, tetapi jika berlangsung lama tentunya akan menjadi masalah, dan The Fed bisa bertindak sangat agresif dalam menaikkan suku bunga.

Kemungkinan tersebut diungkapkan langsung oleh ketua The Fed, Jerome Powell.

Powell mengatakan perang Rusia - Ukraina sebagai "a game changer". Bukan hanya untuk perekonomian AS, tapi juga dunia.

"Ada peristiwa yang akan datang dan kita tidak tahun apa dampaknya terhadap perekonomian AS," kata Powell di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR, pada Rabu (2/3).

Untuk saat ini, Powell mendukung kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin dalam rapat kebijakan moneter pekan depan. Tetapi jika inflasi terus menanjak dan bertahan lama maka The Fed dikatakan akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga.

"Kami akan berhati-hati saat mempelajari implikasi perang di Ukraina terhadap perekonomian. Kamu memiliki ekspektasi inflasi akan mencapai puncaknya kemudian turun di tahun ini. Jika inflasi malah semakin tinggi atau lebih persisten, kami akan bersiap untuk menaikkan suku bunga lebih agresif dengan menaikkan suku bunga lebih dari 25 basis poin pada satu atau beberapa pertemuan," kata Powell.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular