Lama Tertekan, Kurs Dolar Singapura Akhirnya Naik Juga

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 March 2022 14:50
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura akhirnya naik dari level terendah dalam tiga bulan terakhir melawan rupiah pada perdagangan Jumat (11/3). Penjualan ritel Singapura yang kembali naik di bulan Januari memberikan sentimen positif ke mata uangnya.

Pada pukul 13:32 WIB, dolar Singapura diperdagangkan di kisaran Rp 10.514/SG$, menguat 0,13% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Data dari Singapura hari ini menunjukkan penjualan ritel di bulan Januari melesat 11,8% dari tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Kenaikan ini sekaligus melanjutkan tren positif di 2021 yang sukses mencatat pertumbuhan setelah mengalami kontraksi selama 3 tahun.

Pada awal Februari lalu, Departemen Statistik Singapura (SingStat) melaporkan sepanjang 2021, penjualan ritel Singapura dilaporkan tumbuh 11,1%. Sementara di tahun sebelumnya saat pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) sedang menyebar, penjualan ritel merosot hingga 15,3%.

Sementara itu rupiah sedang tertekan hari ini akibat memburuknya sentimen pelaku pasar salah satunya akibat inflasi di Amerika Serikat (AS) yang terus meroket. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, bahkan menyatakan inflasi masih akan terus menanjak dalam waktu yang cukup lama.

Kemarin, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan Februari melesat 7,9% year-on-year (yoy) lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,5%.

Inflasi pada bulan lalu itu menjadi yang tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir, tepatnya sejak Januari 1982.

Inflasi inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dilaporkan tumbuh 6,4% (yoy) menjadi yang tertinggi sejak Agututus 1982.

"Saya pikir banyak ketidakpastian yang terkait dengan perang Rusia dengan Ukraina. Dan saya pikir itu akan mempertajam inflasi. Saya tidak mau membuat prediksi apa yang akan terjadi di semester II tahun ini. Kita kemungkinan akan melihat inflasi yang sangat tinggi dan tidak membuat nyaman," kata Yellen sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (11/3. 

Tingginya inflasi memang sudah diperkirakan oleh The Fed, tetapi jika berlangsung lama tentunya akan menjadi masalah, dan The Fed bisa bertindak sangat agresif dalam menaikkan suku bunga.

Kemungkinan tersebut diungkapkan langsung oleh ketua The Fed, Jerome Powell.

"Ada peristiwa yang akan datang dan kita tidak tahun apa dampaknya terhadap perekonomian AS," kata Powell di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR, pada Rabu (2/3).

"Kami akan berhati-hati saat mempelajari implikasi perang di Ukraina terhadap perekonomian. Kamu memiliki ekspektasi inflasi akan mencapai puncaknya kemudian turun di tahun ini. Jika inflasi malah semakin tinggi atau lebih persisten, kami akan bersiap untuk menaikkan suku bunga lebih agresif dengan menaikkan suku bunga lebih dari 25 basis poin pada satu atau beberapa pertemuan," kata Powell.

Untuk saat ini, Powell mendukung kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin dalam rapat kebijakan moneter pekan depan. Tetapi jika inflasi terus menanjak dan bertahan lama maka The Fed dikatakan akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular