Melesat 4 Pekan, Kurs Dolar Australia Kini di Atas Rp 10.400
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia mencatat penguatan 4 pekan beruntun melawan rupiah hingga menembus ke atas Rp 10.400/AU$. Tetapi pada perdagangan hari ini, Selasa (1/2) mata uang Negeri Kanguru ini mengalami koreksi.
Dalam 4 pekan total penguatan dolar Australia sebesar 3,4% setelah bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) membuka peluang kenaikan suku bunga di tahun ini.
Pasar finansial bahkan memprediksi RBA bisa menaikkan suku bunga di awal Juni, sebab inflasi yang sudah mencapai target.
Sementara itu pada perdagangan hari ini dolar Australia berada di kisaran Rp 10.412/AU$, atau melemah 0,2% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Selain perkembangan perang Rusia dan Ukraina, beberapa data di dalam negeri juga mempengaruhi pergerakan.
RBA yang mengumumkan kebijakan moneter siang ini masih mempertahankan suku bunganya sebesar 0,1%, dan menyoroti perkembangan perang tersebut.
Invasi yang dilakukan Rusia membuat harga minyak mentah melambung, yang berisiko mengakelerasi inflasi.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan di bulan Februari justru terjadi deflasi secara bulanan.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto melaporkan terjadi deflasi atau penurunan indeks harga konsumen sebesar 0,02% pada bulan lalu dibandingkan Januari 2022 (month-on-month/mtm). Ini adalah deflasi pertama sejak September 2021.
Sementara dibandingkan Februari 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 2,06%, turun dari bulan sebelumnya 2,18%. Kemudian inflasi inti sebesar 2,03% (yoy) naik dari bulan sebelumnya 1,84%.
Kenaikan inflasi inti tersebut menjadi kabar bagus sebab menunjukkan kenaikan harga item yang tidak volatil, sehingga ada indikasi daya beli masyarakat meningkat.
Selain itu, IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 51,2. Turun dibandingkan Januari 2022 yang tercatat 53,7.
PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di atasnya berarti ekspansi, di bawahnya artinya kontraksi.
"Produksi manufaktur masih tumbuh, tetapi laju pertumbuhannya melambat karena peningkatan kasus positif Covid-19. Usaha baru, termasuk yang berorientasi ekspor, mengalami perlambatan pertumbuhan penjualan yang juga gara-gara pandemi," papar keterangan tertulis IHS Markit.
Akibat pandemi yang kembali menggila, kepercayaan dunia usaha di sektor manufaktur turun ke titik terendah dalam 21 bulan. Namun, dunia usaha masih yakin bahwa pada saatnya pandemi akan kembali terkontrol sehingga ekonomi bisa dipacu lebih cepat.
Kabar baiknya, penciptaan lapangan usaha di sektor manufaktur tetap tumbuh meski produksi dan penjualan melambat. Laju penciptaan lapangan kerja mencapai titik tertinggi sejak Februari 2020. Dunia usaha terus menambah karyawan untuk meningkatkan produksi karena melihat prospek peningkatan permintaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)