Internasional

Saham Gazprom-Rosneft Tumbang, Putin Cemas Atau Tetap Tenang?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
01 March 2022 14:20
GAZPROM-RESULTS/
Foto: REUTERS/DADO RUVIC

Jakarta, CNBC Indonesia - Sistem keuangan Rusia memang dikepung sejak hari Senin (28/2) kemarin. Tetapi Rusia masih memompa dan mengekspor sejumlah besar minyak dan gas alam ke seluruh dunia, memberikan uang tunai dalam menghadapi sanksi Barat dan bantalan keuangan untuk Presiden Vladimir Putin.

Pengekspor gas Gazprom dan perusahaan minyak Rosneft merupakan jantung pemerintah yang mendanai sebagian besar anggaran dan merupakan salah satu penyedia lapangan kerja terbesar di negara itu.

Tidak satu pun dari mereka yang menjadi sasaran sanksi besar Barat, sebuah tanda pentingnya keberadaan mereka di pasar energi global.

Gangguan dalam penjualan energi Rusia tentu ditakutkan akan berdampak luas bagi ekonomi global. Uni Eropa mendapatkan sekitar 40% dari impor gasnya dan lebih dari seperempat minyaknya dari Rusia.

Meski tidak disasar secara spesifik, saham kedua perusahaan itu jatuh pada perdagangan Senin kemarin di tengah tertekannya pasar keuangan Rusia yang dipicu oleh sanksi yang dirasakan Moskow dalam beberapa hari terakhir.

Rubel terpuruk diikuti dengan bank sentral Rusia menaikkan suku bunga secara tajam dari 9,5% menjadi 20%.

Saham Gazprom yang terdaftar di London juga masih tertekan dan sempat turun 53%. Sementara Rosneft (yang juga terdaftar di London) kehilangan lebih dari 42% kapitalisasi pasarnya.

Rosneft mengatakan bahwa mereka adalah pembayar pajak terbesar Rusia, menyumbang seperlima dari anggaran pendapatan.

Gazprom membayar 2,3 triliun rubel, setara dengan US$ 32 miliar atau mencapai Rp 459 triliun (kurs Rp 14.350/US$), ke anggaran Rusia pada tahun 2020, menurut perusahaan. Jumlah itu sekitar 6% dari anggaran pendapatan, berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF).

Perusahaan tersebut tidak hanya penting secara ekonomi. Dalam beberapa bulan terakhir, Putin dituding mengerahkan Gazprom, pengekspor gas alam terbesar ke pasar Eropa, sebagai alat geopolitik dengan membatasi pengiriman ke benua itu, kata pejabat dan analis Eropa.

Langkah itu memperburuk kondisi defisit gas yang sudah terjadi dan menyebabkan lonjakan harga. Rusia secara konsisten membantah menggunakan energi sebagai senjata.

Perusahaan migas Inggris, BP mengatakan pada hari Minggu (27/2) akan melepas saham yang dimiliki di Rosneft yakni nyaris mencapai 20% menyusul tekanan dari pemerintah Inggris, yang mengutip kedekatan dan hubungan Rosneft dengan Kremlin sebagai alasan.

Pada hari Senin, perusahaan migas Belanda, Shell mengatakan akan keluar dari usaha patungan dengan Gazprom, menyebut invasi Rusia sebagai alasan.

Kedua perusahaan selalu membantah memiliki agenda politik dan bersikeras bahwa mereka fokus mengejar kepentingan bisnis yang sah.

Tetapi dalam beberapa tahun terakhir pejabat Eropa dan pakar kebijakan luar negeri mengatakan Gazprom khususnya telah bertindak sebagai instrumen kebijakan luar negeri untuk pemerintah Rusia.

Selama bertahun-tahun, Gazprom telah mencampur kepentingan komersial sembari bertindak sebagai agen Kremlin, kata para analis. Pemerintah Rusia dan perusahaan-perusahaan yang dikendalikannya memiliki lebih dari 50% saham di perusahaan tersebut.

Gazprom dibentuk tahun 1989 ketika Kementerian Industri Gas Uni Soviet mengalami privatisasi dan diubah menjadi perusahaan, mempertahankan sebagian besar asetnya.

Gazprom dijalankan oleh Alexei Miller, sekutu dekat Putin. Ketika dia secara pribadi terkena sanksi AS pada tahun 2018, Miller berkata, "Akhirnya saya disertakan. Jadi kami melakukan semuanya dengan benar."

Pada tahun 2006 dan 2009, Gazprom memutus pasokan gas ke Ukraina, menyebabkan kekurangan pasokan di seluruh Eropa.

Pejabat Eropa Timur mengatakan bahwa Gazprom telah menggunakan pengaruh dominasinya di pasar lokal untuk menetapkan harga tinggi. Gazprom membantah menetapkan harga yang tidak adil.

Tahun lalu, ketika harga gas melonjak di Eropa karena persediaan rendah dan lonjakan permintaan mengikuti pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19, pejabat Eropa mengatakan Gazprom sengaja tidak menjual gas tambahan di pasar spot jangka pendek.

Anggota parlemen Eropa menyerukan penyelidikan apakah ini termasuk manipulasi pasar. Gazprom juga mengoperasikan Nord Stream 2, proyek gas ke Jerman yang sekarang dibekukan ini kelak memungkinkan Rusia untuk menghindari sistem transit Ukraina.

Perusahaan dan Kremlin telah menyatakan bahwa mereka telah memenuhi kewajiban kontraktual. Gazprom mengatakan pada Senin bahwa pihaknya melanjutkan pasokan reguler ke Eropa melalui jaringan pipa di Ukraina, menurut media pemerintah Rusia.

Ketergantungan Eropa pada minyak dan gas Rusia dicerminkan oleh ketergantungan Rusia pada benua tersebut sebagai pelanggan energi terbesarnya.

Gazprom telah berusaha untuk menjauh dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai bagian dari upaya Kremlin untuk memperdalam hubungan dengan China, Gazprom mulai mengirimkan gas alam ke China melalui pipa Power of Siberia senilai US$ 55 miliar pada 2019.

Selain gas, perusahaan juga mensponsori berbagai klub olahraga di Rusia dan luar negeri. Klub sepak bola Jerman Schalke 04 mengatakan pada hari Kamis bahwa mereka akan menghapus logo perusahaan dari kausnya setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Dalam kasus Rosneft, sebuah perusahaan milik pemerintah Rusia memiliki lebih dari 40% saham. Rosneft dijalankan oleh Igor Sechin, rekan lama Putin. Setelah aneksasi Krimea oleh Rusia pada tahun 2014, AS dan UE memukul Sechin dengan sanksi. Sechin tidak terima.

Gazprom dan Rosneft juga memiliki persaingan bisnis sendiri. Rosneft telah lama berusaha memasuki pasar gas Eropa yang menguntungkan, yang merupakan domain utama Gazprom.

Pada bulan Desember lalu, Putin menyuruh pemerintah untuk mengerjakan proposal yang memungkinkan Rosneft mengekspor gas ke Eropa.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular