Inflasi Mulai Melandai, Kurs Dolar Singapura Jeblok!
Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi tinggi yang menjadi masalah di banyak negara maju menunjukkan tanda-tanda melandai di Singapura. Hal ini membuat kurs dolar Singapura merosot melawan rupiah sejak Rabu kemarin, sebab jika inflasi akhirnya turun maka Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) memiliki ruang untuk tidak mengetatkan kebijakan moneter.
Melansir data Refinitiv, dolar Singapura kemarin merosot 0,27%. Penurunan tersebut cukup besar untuk dolar Singapura melawan rupiah. Sementara pada perdagangan hari ini, Kamis (24/2) pukul 10:33 WIB, dolar Singapura jeblok 0,32% ke kisaran Rp 10.610/SG$.
Kemarin, Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MIT) bersama MAS melaporkan inflasi di bulan Januari tumbuh 4% secara tahunan (year-on-year/yoy), pertumbuhan tersebut sama dengan bulan Desember 2021, yang merupakan level tertinggi sejak Februari 2013.
Secara bulanan indeks harga konsumen ini stagnan 0%.
Sementara itu inflasi inti yang tidak memasukkan sektor akomodasi dan transportasi, tumbuh 2,4% (yoy) yang merupakan level tertinggi sejak September 2012.
Inflasi inti tersebut lebih tinggi dari bulan Desember 2021 sebesar 2,1% (yoy). Namun, masih lebih rendah dari ekspektasi ekonom sebesar 2,5% (yoy).
Para ekonom juga memprediksi inflasi tumbuh 4,2% (yoy), artinya sudah ada tanda-tanda melandai.
Sebelumnya inflasi yang tinggi membuat MAS sedikit mengetatkan kebijakan moneternya bulan Januari lalu. Hal tersebut menjadi kejutan bagi pasar, sebab sebelumnya diprediksi pengetatan akan terjadi di bulan April.
Pada Selasa (25/1) MAS menaikkan slope $SNEER, begitu juga dengan lebar (width) tetapi titik tengah atau centre tidak berubah.
Untuk diketahui, di Singapura, tidak ada suku bunga acuan, kebijakannya menggunakan S$NEER (Singapore dollar nominal effective exchange rate).
Pada 14 Oktober lalu MAS juga menaikkan kemiringan (slope) S$NEER dari sebelumnya di dekat 0%. Sementara lebar (width) dan titik tengah (centre) masih tetap.
Sebelumnya, 12 analis yang disurvei Bloomberg memperkirakan MAS akan mengetatkan kebijakan moneternya pada bulan April.
Meski sudah mengetatkan lagi kebijakan moneternya dan lebih cepat dari ekspektasi analis, MAS diperkirakan kembali akan melakukannya di bulan April, sebab pengetatan yang dilakukan pada Januari lalu dikatakan "sedikit". Apalagi MAS kemarin mengatakan masih ada risiko inflasi akan kembali menanjak.
"Jika MAS mengumumkan kebijakan yang lebih agresif hari ini, maka ekspektasi pengetatan moneter di bulan April bisa diabaikan," kata Selena Ling, kepala riset dan strategu treasury OCBC, sebagaimana dikutip CNBC International, Selasa (25/1).
Namun, jika inflasi pada akhirnya menurun, MAS tentunya punya ruang untuk tidak lagi mengetatkan kebijakan moneter.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)