
BBCA Tak Tergoyahkan, BBHI Bertahan di 10 Besar Big Caps

IHSG yang kembali cerah dan juga kembali mencetak ATH barunya pada pekan lalu terjadi di tengah kondisi eksternal yang masih belum stabil. Pekan lalu, memang sempat tersiar kabar bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin akan menarik pasukkannya dari Ukraina dan pejabat Rusia menyebut bahwa "latihan militer" yang dilakukan di perbatasan Ukraina telah selesai.
Akan tetapi kondisi kembali memburuk karena Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) dan Amerika Serikat (AS) tidak melihat adanya pengurangan pasukan yang signifikan, malah sebaliknya. Terbaru Presiden AS, Joe Biden meyakini bahwa Putin telah membuat keputusan untuk menginvasi Ukraina.
Sementara itu dari AS, risalah pertemuan tanggal 25-26 Januari menyebutkan Pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sepakat "jika inflasi tidak turun seperti yang mereka harapkan, akan tepat bagi komite untuk menghapus akomodasi kebijakan lebih cepat daripada yang mereka antisipasi saat ini."
Ketika The Fed menaikkan suku bunga antara tahun 2015 dan 2018, hal tersebut dilakukan secara bertahap-dan tidak pernah lebih dari sekali setiap kuartal. Jika kenaikan suku bunga dilakukan setiap pertemuan The Fed - kira-kira enam minggu sekali - ini merupakan kenaikan paling agresif sejak tahun 2006.
Risalah juga menunjukkan para pejabat melanjutkan pertimbangan mereka tentang seberapa agresif kebijakan untuk mengecilkan portofolio aset US$ 9 triliun mereka, tetapi tidak memberikan banyak petunjuk baru tentang bagaimana hal itu mungkin terjadi akhir tahun ini.
Langkah tersebut merupakan cara lain bagi The Fed untuk memperketat kondisi keuangan guna mendinginkan perekonomian.
Meski kondisi eksternal tidak mendukung, tetapi kabar baik datang dari dalam negeri. Bank Indonesia (BI) melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat surplus di tahun 2021 begitu juga dengan transaksi berjalan (current account) yang sebelumnya selalu defisit dalam satu dekade terakhir.
"Perkembangan NPI secara keseluruhan tahun 2021 mencatat surplus tinggi, sehingga ketahanan sektor eksternal tetap terjaga. Surplus NPI tahun 2021 tercatat sebesar 13,5 miliar dolar AS, jauh meningkat dibandingkan capaian surplus pada tahun sebelumnya sebesar 2,6 miliar dolar AS," tulis BI dalam keterangan resminya, Jumat (18/2/2022).
Pos transaksi berjalan mencatat surplus US$ 3,3 miliar atau 0,3% dari produk domestik bruto (PDB) sepanjang 2021. Kali terakhir transaksi berjalan mencatat surplus secara tahunan yakni pada 2011 lalu.
Jika dilihat secara kuartalan, surplus transaksi berjalan tercatat sebesar US$ 1,4 milar (0,4% dari PDB) di kuartal IV-2021, lebih dari dari kuartal sebelumnya US$ 5 miliar (1,7% dari PDB) di tiga bulan sebelumnya.
Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial bagi pergerakan rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil ketimbang pos NPI lainnya, yakni Transaksi Modal dan Finansial.
Surplus transaksi berjalan bisa membuat pergerakan rupiah lebih stabil, yang tentunya berdampak bagus bagi perekonomian Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)[Gambas:Video CNBC]
