Iran-AS Mulai Mesra, Harga Minyak Jadi Korbannya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 February 2022 10:05
Ilustrasi bendera Iran dan Amerika Serikat (File/REUTERS)
Foto: Ilustrasi bendera Iran dan Amerika Serikat (File/REUTERS)

Secara fundamental, investor berekspektasi pasokan minyak dunia akan naik. Ini karena ada peluang 'rujuk' antara Iran dan negara-negara barat dalam kerangka perjanjian nuklir.

Pada 2015, Iran dan negara-negara barat menyepakati perjanjian nuklir dan melarang Teheran untuk melakukan pengayaan uranium. Namun pada 2018, Amerika Serikat (AS) yang dipimpin Presiden Donald Trump menarik diri dari kesepakatan itu, membuat perjanjian secara de facto bebar jalan. Bahkan Trump mengenakan berbagai sanksi bagi Negeri Persia, termasuk larangan ekspor.

Kini di bawah komando Presiden Joseph 'Joe' Biden, AS mencoba kembali merangkul Iran. Pada Rabu waktu setempat, delegasi Iran, AS, Rusia, China, Prancis, Jerman, Inggris, dan Uni Eropa bertemu di Wina (Austria) untuk membahas masa depan perjanjian nuklir tersebut.

Meski belum ada kesepakatan, tetapi sudah ada tanda-tanda sanksi terhadap Iran bakal segera dicabut. Berbagai negara mulai berani untuk membeli minyak dari Iran, sesuatu yang dilarang oleh Trump.

Pada Desember 2021, Petro-Logistics mencatat ekspor minyak Iran mencapai lebih dari 1 juta barel/hari. Ini adalah rekor tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

"Kami tidak melihat angka itu bertahan lama, tidak akan konsisten. Masih sangat tergantung dari situasi politik," kata Daniel Gerber, CEO Petro-Logistics, seperti dikutip dari Reuters.

Akan tetapi, prospek tambahan pasokan dari Iran ke pasar dunia sudah membuat pelaku pasar bergerak. Kenaikan pasokan akan membuat harga turun, dan itu yang sedang terjadi sekarang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular