
Iran-AS Mulai Mesra, Harga Minyak Jadi Korbannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia bergerak turun pada perdagangan pagi ini. Koreksi harga si emas hitam sudah terjadi berhari-hari. Apa gerangan yang terjadi?
Pada Jumat (11/2/2022) pukul 08:52 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 91,05/barel. Turun 0,39% dari hari sebelumnya.
Sementara yang jenis light sweet harganya US$ 89,68/barel. Berkurang 0,22%.
Kini harga minyak sedang menjalani tren yang kurang baik. Dalam sepekan terakhir, harga brent dan light sweet melemah masing-masing 2,47% dan 0,75% secara point-to-point.
Sepertinya faktor ambil untung (profit taking) dominan dalam pelemahan ini. Meski dalam sepekan minus, tetapi selama sebulan terakhir harga brent dan light sweet masih membukukan kenaikan 8,32% dan 11,06%.
Masih tingginya iming-iming cuan itu membuat investor 'gatal' untuk menjual kontrak minyak. Tekanan jual ini membuat harga minyak turun.
Halaman Selanjutnya --> Iran Mulai Ekspor Minyak
Secara fundamental, investor berekspektasi pasokan minyak dunia akan naik. Ini karena ada peluang 'rujuk' antara Iran dan negara-negara barat dalam kerangka perjanjian nuklir.
Pada 2015, Iran dan negara-negara barat menyepakati perjanjian nuklir dan melarang Teheran untuk melakukan pengayaan uranium. Namun pada 2018, Amerika Serikat (AS) yang dipimpin Presiden Donald Trump menarik diri dari kesepakatan itu, membuat perjanjian secara de facto bebar jalan. Bahkan Trump mengenakan berbagai sanksi bagi Negeri Persia, termasuk larangan ekspor.
Kini di bawah komando Presiden Joseph 'Joe' Biden, AS mencoba kembali merangkul Iran. Pada Rabu waktu setempat, delegasi Iran, AS, Rusia, China, Prancis, Jerman, Inggris, dan Uni Eropa bertemu di Wina (Austria) untuk membahas masa depan perjanjian nuklir tersebut.
Meski belum ada kesepakatan, tetapi sudah ada tanda-tanda sanksi terhadap Iran bakal segera dicabut. Berbagai negara mulai berani untuk membeli minyak dari Iran, sesuatu yang dilarang oleh Trump.
Pada Desember 2021, Petro-Logistics mencatat ekspor minyak Iran mencapai lebih dari 1 juta barel/hari. Ini adalah rekor tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
"Kami tidak melihat angka itu bertahan lama, tidak akan konsisten. Masih sangat tergantung dari situasi politik," kata Daniel Gerber, CEO Petro-Logistics, seperti dikutip dari Reuters.
Akan tetapi, prospek tambahan pasokan dari Iran ke pasar dunia sudah membuat pelaku pasar bergerak. Kenaikan pasokan akan membuat harga turun, dan itu yang sedang terjadi sekarang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Pasokan Libya Bikin Panas Harga Minyak
