
Utang Dunia Kian Liar, Bakal Lunas Atau Malah Bangkrut?

Tahun 2022 ini akan menandai peringatan 40 tahun salah satu default paling tenar di Dunia. Pada tanggal 12 Agustus 1982, menteri keuangan Meksiko mengakui bahwa pemerintahnya tidak dapat membayar kembali uang yang dipinjamkan oleh bank-bank Amerika. Negara "akan kehabisan uang dalam empat hari", katanya kala itu. Setelah Meksiko gagal bayar, 26 negara berkembang lainnya (termasuk 15 di Amerika Latin) akhirnya harus menjadwal ulang utang mereka dengan memperpanjang tenor pinjaman.
Krisis ini terjadi sekitar setahun sebelum terminologi pasar negara berkembang (emerging market) ditemukan oleh Antoine van Agtmael dari Bank Dunia. Empat puluh tahun kemudian, emerging market tumbuh besar dan mengakumulasi tingkat utang yang sangat tinggi.
Data Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mencatat, kewajiban tersebut rata-rata sekitar 63% dari PDB, naik lebih dari sepuluh poin persentase sejak 2018. Peningkatan ini terjadi karena dua hal utama yakni krisis pandemi yang menyebabkan pemerintah terpaksa menambah pinjaman dan kontraksi GDP yang terjadi. Kedua hal ini membuat rasio utang terhadap GDP melambung tinggi.
Meski demikian sejalan dengan utang yang menjulang ekonomi pasar negara berkembang juga ikut meningkat drastis dengan China yang dalam kurun 20 tahun sejak pergantian abad, besar GDP domestik terhadap total GDP global melambung dari hanya 3,5% pada tahun 2000, menjadi 17,38% pada 2020, berdasarkan data dari Bank Dunia (World Bank).
Sementara itu, besaran ekonomi Indonesia tahun 2020 setara dengan 6,4 kali besar ekonomi 20 tahun yang lalu.
(fsd)
