Yield Treasury Ngeri Tinggi Sekali, Harga SBN Jadi Bervariasi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Selasa, 08/02/2022 20:07 WIB
Foto: CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi Indonesia bervariasi pada perdagangan Selasa (8/2) dipengaruhi oleh pergerakan yield obligasi Amerika Serikat (Treasury). Terus menanjaknya yield Treasury memberikan tekanan bagi Surat Berharga Negara (SBN), yang membuat sebagian tenor juga mengalami kenaikan yield.

Untuk diketahui, pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan imbal hasil (yield). Ketika harga turun maka yield akan naik, begitu juga sebaliknya.

Saat harga turun, artinya ada aksi jual atau banyak investor melepas kepemilikan obligasinya.


Melansir data Refintiv, SBN tenor 1 dan 3 tahun, kemudian tenor 25 dan 30 tahun harganya mengalami kenaikan, sehingga yield-nya menurun. Tetapi SBN tenor 5 hingga 25 tahun justru mengalami kenaikan yield.

Saat ini, yield Treasury terus menanjak merespon rencana kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS). Yield Treasury tenor 10 tahun hari ini naik 2,19 basis poin ke 1,9419%, bahkan sebelumnya sempat menyentuh 1,96% yang merupakan level tertinggi sejak November 2019, atau sebelum pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) melanda.

Tingginya yield Treasury tersebut memicu capital outflow dari pasar obligasi Indonesia yang membuat harga SBN tertekan.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sepanjang bulan Januari terjadi capital outflow di pasar obligasi sebesar US$ 4 triliun.

Selain dari eksternal, tekanan juga datang dari dalam negeri. Bank Indonesia (BI) hari ini melaporkan cadangan devisa per akhir Januari 2022 sebesar US$ 141,3 miliar. Turun US$ 3,6 miliar dari bulan sebelumnya.

Meski cadangan devisa masih cukup tinggi, tetapi penurunan tajam di awal tahun 2022, artinya amunisi Bank Indonesia (BI) untuk menghadapi kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) juga berkurang. Seperti diketahui, bank The Fed akan menaikkan suku bunga di bulan Maret, dan bisa memicu gejolak rupiah.

Stabilitas rupiah menjadi sangat penting bagi kenyaman investor asing berinvestasi di dalam negeri, termasuk di pasar obligasi, sebab risiko kerugian kurs bisa diminimalisir.

Selain itu Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers kemarin mengumumkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) wilayah aglomerasi Jabondetabek naik menjadi level 3. Selain itu, ada Bandung Raya, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali yang juga naik menjadi level 3.

Dengan PPKM yang lebih ketat, roda perekonomian tentunya kembali melambat, padahal di kuartal IV-2021 lalu, perekonomian Indonesia sudah menunjukkan kebangkitan.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia yang diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal IV-2021 tumbuh 5,02% year-on-year (yoy). Dengan demikian, sepanjang 2021 PDB Indonesia tumbuh 3,69% pada 2021. Membaik ketimbang 2020 yang -2,07%.

"Pemulihan kesehatan menjadi faktor penting pemulihan ekonomi. Ekonomi tumbuh bagus karena pandemi berkurang. Harapan momentum pemulihan bisa terjaga pada 2022 dengan catatan kita semua sepakat patuh protokol kesehatan sehingga kasus harian berkurang dan mobilitas meningkat," papar Margo Yuwono, Kepala BPS.

Namun, dengan pengetatan PPKM yang dilakukan, jika berlangsung dalam waktu yang lama, maka momentum pemulihan ekonomi berisiko meredup lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Modal Pasar Saham & SBN Tarik Investor Saat Iran-Israel Panas