
Luhut Umumkan PPKM Level 3, Rupiah Jadi Lemas!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah akhirnya melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (7/2) setelah bergerak liar di pagi hari. Indeks dolar AS yang sedang jeblok membuat rupiah punya ruang menguat, sayangnya tekanan justru datang dari dalam negeri. Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang mengumumkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kembali diketatkan alias naik level membuat rupiah tertahan di zona merah.
Rupiah membuka perdagangan hari ini dengan melemah tipis 0,01%, setelahnya sempat menguat 0,13% ke Rp 14.360/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sayangnya level tersebut menjadi yang terkuat pada hari ini, rupiah justru berbalik melemah setelahnya, dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.395/US$ atau melemah 0,12%.
Mayoritas mata uang utama Asia juga melemah melawan dolar AS hari ini. Pelemahan rupiah juga terbilang tidak terlalu besar ketimbang mata uang lainnya. Hingga pukul 15:03 WIB, hanya rupee India, dolar Singapura dan baht Thailand yang mampu menguat melawan dolar AS, itu pun tipis di bawah 0,1%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Setelah mencapai level tertinggi 19 bulan, sepanjang pekan lalu indeks dolar AS justru jeblok lebih dari 1,8%. Data tenaga kerja Amerika Serikat yang dirilis apik pada Jumat lalu hanya membuat indeks dolar AS naik 0,11% saja, dan pagi ini kembali turun tipis 0,04%.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat lalu melaporkan sepanjang Januari terjadi penambahan tenaga kerja di luar sektor pertanian sebanyak 467.000 orang, jauh lebih tinggi dari prediksi Reuters sebanyak 150.000 orang.
Selain itu, data dari ADP pada hari Rabu justru menunjukkan justru terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 301.000 orang. Sehingga data tenaga kerja AS Jumat pekan lalu menjadi kejutan bagi pasar.
Selain itu, rata-rata upah per jam naik tajam, 0,7% di bulan Januari dari bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Januari 2021, kenaikannya tercatat sebesar 5,7%.
"Anda melihat rata-rata upah lebih tinggi dari prediksi, yang pada akhirnya akan memberikan tekanan inflasi yang lebih tinggi," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA New York, sebagaimana dilansir CNBC International.
Hal tersebut membuat pasar kini kembali mempertimbangkan kemungkinan kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan Maret.
"Laporan tersebut membuat pasar kembali melihat kenaikan suku bunga 25 atau 50 basis poin di bulan Maret, saat ini pasar kembali melihat kemungkinan 50 basis poin hal tersebut membuat yield Treasury menanjak," tambah Moya.
Pada pekan lalu, indeks dolar AS jeblok setelah beberapa pejabat elit The Fed (bank sentral AS) mengesampingkan peluang kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin di bulan Maret nanti.
Pelaku pasar saat ini dikatakan sudah price in dengan kenaikan suku bunga sebesar 125 basis poin. Artinya, jika The Fed menaikkan suku bunga 4 kali di tahun ini, salah satunya harus naik 50 basis poin yang ekspektasi di Maret, dan tiga kali lagi masing-masing sebesar 25 basis poin.
Hasil survei yang dilakukan Reuters terhadap analis mata uang menunjukkan dolar AS masih akan mendominasi dalam 3 hingga 6 bulan ke depan, tetapi penguatannya tidak akan jauh dari level saat ini. Itu pun dengan asumsi The Fed menaikkan suku bunga 125 basis poin.
Untuk bisa menguat tajam di tahun ini, para analis tersebut mengatakan The Fed perlu menaikkan suku bunga lagi sebesar 62,5 basis poin. Artinya total The Fed perlu menaikkan suku bunga sebesar 187,5 basis poin agar dolar AS bisa menguat tajam.
Kemungkinan tersebut tentunya kecil yang membuat dolar AS jeblok pada pekan lalu, dan membuat rupiah punya peluang menguat di pekan ini.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> PPKM Jabodetabek hingga Bali Dinaikkan Jadi Level 3
Sayangnya, tekanan bagi rupiah justru datang dari dalam negeri. Pemerintah akhirnya memutuskan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) naik menjadi level 3. Hal ini akibat lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Indonesia.
Kemarin Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan ada tambahan 36.057 kasus baru, tertinggi sejak 6 Agustus lalu.
Meski demikian, Kementerian Kesehatan melaporkan tingkat keterisian rumah sakit secara nasional masih rendah yakni 23%. Hal ini menjadi indikasi jika virus corona varian Omicron cepat menyebar tetapi tidak menyebabkan penyakit yang parah seperti varian Delta.
Tetapi Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers hari ini mengumumkan PPKM wilayah aglomerasi Jabondetabek naik menjadi level 3. Selain itu, ada Bandung Raya, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bali yang juga naik menjadi level 3.
Dengan PPKM yang lebih ketat, roda perekonomian tentunya kembali melambat, yang memberikan tekanan pada rupiah.
Di kuartal IV-2021 lalu, perekonomian Indonesia padahal sudah menunjukkan kebangkitan.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia yang diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal IV-2021 tumbuh 5,02% year-on-year (yoy). Dengan demkian, sepanjang 2021 PDB Indonesia tumbuh 3,69% pada 2021. Membaik ketimbang 2020 yang -2,07%.
"Pemulihan kesehatan menjadi faktor penting pemulihan ekonomi. Ekonomi tumbuh bagus karena pandemi berkurang. Harapan momentum pemulihan bisa terjaga pada 2022 dengan catatan kita semua sepakat patuh protokol kesehatan sehingga kasus harian berkurang dan mobilitas meningkat," papar Margo Yuwono, Kepala BPS.
Namun, dengan pengetatan PPKM yang dilakukan, jika berlangsung dalam waktu yang lama, maka momentum pemulihan ekonomi berisiko meredup lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan
