Newsletter

Mendeteksi Arah Perekonomian di Bawah Bayang-bayang Omicron

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
07 February 2022 06:55
Bursa efek Indonesia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sepanjang pekan lalu, mengikuti bursa saham Asia. Hari ini, Senin (7/2/2021), pelaku pasar akan memantau rilis pertumbuhan ekonomi nasonal sebelum menentukan strategi pemosisian asetnya di pasar.

Pada Jumat pekan lalu, IHSG ditutup di 6.731,39 atau menguat 0,71% dibandingkan sehari sebelumnya dan menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa. Ini membuat IHSG membukukan penguatan 1,29% secara mingguan, membalik koreksi pekan sebelumnya sebesar 1,2%.

IHSG bergerak searah dengan bursa saham Asia lainnya di mana secara mingguan indeks Nikkei 225 Jepang melesat 2,66%, Sensex India lompat 2,53%, SETI Thailand tumbuh 1,3%, dan Straits Times Malaysia melambung 2,62%.

Reli bursa Asia terjadi mengikuti arah penguatan bursa saham Amerika Serikat (AS) juga menguat. Sepanjang minggu lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,1%, S&P 500 loncat 1,6%, dan Nasdaq Composite terbang 2,4%.

Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah tipis pada Jumat pekan lalu, terhitung menguat secara mingguan meski sangat terbatas. US$ 1 setara dengan Rp 14.378 pada penutupan perdagangan pasar spot hari itu atau melemah 0,02%.

Namun secara mingguan, rupiah masih mampu menguat sebesar 0,05%. Penguatan ini memutus rantai pelemahan rupiah yang sebelumnya terjadi selama dua minggu berturut-turut.

Seperti halnya rupiah, mata uang Asia lainnya juga berhasil menguat terhadap dolar AS. Secara mingguan, yen Jepang menguat 0,03%, dolar Singapura terapresiasi 0,66%, ringgit Malaysia menguat 0,24%, baht Thailand menguat 1,32%, dan rupee India terapresiasi 0,53%.

Tidak hanya di Asia, pelemahan dolar AS terjadi secara global. Sepanjang pekan lalu, Indeks Dollar AS (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 1,84%. Ini menjadi koreksi mingguan terparah sejak November 2020.

Situasi tersebut mengindikasikan bahwa pelaku pasar mulai mengurangi tingkat kecemasan mereka akan efek pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) dan negara maju lainnya. Dus, aksi beli aset di negara berkembang seperti Indonesia pun terus terjadi.

Di pasar obligasi, harga Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun menguat. Hal ini mengindikasikan aksi beli oleh para investor yang mencari aset aman dengan rentang (spread) imbal hasil menguntungkan, di tengah terjaganya inflasi di Indonesia di angka 2,18%.

Imbal hasil (yield) obligasi seri FR0087 bertenor 10 tahun--yang merupakan acuan di pasar surat berharga--tercatat berada di level 6,496% atau melemah 5,4 basis poin jika dibandingkan dengan posisi sepekan sebelumnya ada 6,55%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga koreksi yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Indeks S&P 500 dan Nasdaq kompak menguat pada perdagangan Jumat pekan lalu dan membukukan penguatan mingguan yang terbaik sepanjang tahun ini, berkat pembalikan arah  (rebound) saham teknologi ke zona hijau.

Indeks berisi 500 saham di Amerika Serikat (AS) menguat 0,5% menjadi 4.500,53, sementara Nasdaq yang berisi saham raksasa teknologi melompat 1,6% menjadi 14.098,01. Dow Jones Industrial Average melemah tipis 21,42 poin, atau 0,06%, menjadi 35.089,74.

Namun sepanjang pekan, S&P 500 menguat 1,5% dan Nasdaq lompat 2,4%. Adapun Dow Jones tumbuh 1,1% menjadi reli mingguan yang kedua secara beruntun setelah sepanjang bulan lalu tertekan akibat kecemasan akan kenaikan suku bunga acuan di AS.

Saham Amazon memimpin penguatan S&P dan Nasdaq setelah melompat 13.5% menyusul kuatnya laba bersih dan pendapata dari bisnis komputasi awan yang mengalahkan ekspektasi pasar. Itu menjadi reli harian tertinggi saham Amazon sejak 2015.

"Kita berada di periode yang bergolak tetapi saham teknologi telah dikerjai selama beberapa waktu dan kini banyak trader yang menilai sekarang saatnya untuk konstructif, terutama bagi beberapa perusahaan yang teruji bisa mengelola beberapa keadaan dan memberikan outlook optimistis ke depannya," tutur Edward Moya, analis senior Oanda, dikutip CNBC International.

Para investor juga merespons positif data tenaga kerja yang terbukti lebih baik dari ekspektasi dan dampaknya bagi kebijakan moneter ke depannya. Data tenaga kerja AS per Januari menyebutkan ada tambahan slip gaji baru sebanyak 467.000, jauh lebih baik dari ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 150.000.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun kembali lompat melampaui angka 1,9%, menjadi level tertinggi sejak Desember 2019. Padahal, pada akhir 2021, imbal hasil obligasi yang menjadi acuan pasar tersebut hanya di angka 1,51%.

Rencana bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuan (Fed Funds Rate) pada Maret ini untuk memerangi inflasi. Namun kebijakan ini juga memicu kenaikan imbal hasil, dan koreksi saham teknologi yang memikul kenaikan kupon obligasi sebagai imbasnya. Indeks S&P 500 pun anjlok lebih dari 5% tahun ini.

Terakhir, koreksi saham tenlogi terjadi akibat anjloknya saham Meta yang memicu koreksi saham teknologi lainnya. Pada Kamis pekan lalu, saham induk usaha Facebook ini terbanting hingga 26,4% setelah perseroan merilis kinerja keuangan yang buruk.

Indeks Nasdaq pun anjlok 3,7% pada Kamis, menjadi kinerja harian terburuk sejak September 2020. Adapaun S&P 500 mencetak kinerja harian terburuk sepanjang tahun ini dengan longsor 2,4%, sementara Dow Jones kehilangan 518,17 poin.

Namun pada Jumat aksi beli atas saham Meta kembali terjadi karena pasar menilai apa yang terjadi pada Facebook serupa dengan situasi pada 2018, sehingga diperkirakan bakal menguat kembali.

Secara umum, pasar masih akan memantau perkembangan kasus Covid-19 dan efeknya terhadap kebijakan pembatasan sosial yang berpeluang diambil oleh pemerintah. Per Sabtu (5/2/2022), ada penambahan 33.729 kasus positif, menjadi kasus harian tertinggi sejak 6 bulan lalu.

DKI Jakarta mencatat pertambahan tertinggi dengan 12.774 kasus sehingga total kasus positif Covid-19 di DKI mencapai 965.145 kasus. Sementara itu, kasus konfirmasi di RI secara total menjadi 4.480.423 kasus.

Dari luar negeri, sentimen yang bakal berpengaruh secara mayor adalah potensi eskalasi konflik Rusia dan Ukraina yang sepanjang pekan lalu mendongkak harga minyak mentah dan komoditas energi lain.

Konflik tersebut memicu bersatunya China dan Rusia untuk membendung hegemoni blok Barat di bawah Amerika Serikat (AS). Dalam pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin, disepakat kemitraan "tanpa batas" antara dua negara kiri tersebut.

Beijing mendukung permintaan Rusia agar Ukraina tidak diterima di NATO, sementara Moskow menentang segala bentuk kemerdekaan bagi Taiwan. Sebelumnya, AS mengultimatum perusahaan China untuk tidak membantu Rusia menghindari sanksi terkait konflik di Ukraina.

Sentimen minor yang akan diperhatikan pasar untuk hari ini di antaranya adalah rilis data ekonomi sejumlah negara. Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data pertumbuhan ekonomi nasional pada Oktober-Desember 2021.

Ekonomi Indonesia pada 2021 diperkirakan tumbuh positif, setelah tahun sebelumnya mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif). Tahun ini, ekonomi Ibu Pertiwi diperkirakan bisa tumbuh lebih tinggi lagi.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air per kuartal IV-2021akan tumbuh 0,98% secara kuartalan. Secara tahunn, ekonomi diprediksi tumbuh 5,06%, jauh lebih baik dari kuartal sebelumnya yang naik 3,51%.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 diperkirakan sebesar 3,65% yang juga jauh membaik ketimbang capaian 2020 yang minus 2,07%. Jika data ini terkonfirmasi, pasar akan diterpa eforia sesaat dengan aksi beli saham-saham unggulan.

Pasalnya, PDB yang membaik pada kuartal IV-2021 akan menjadi acuan utama untuk memandang apakah efek pandemi terus menghilang dari perekonomian, dan kemudian menjadi acuan pasar untuk memandang apakah kondisi yang membaik tersebut tahun ini akan terganggu akibat pengetatan kembali aktivitas sosial dan ekonomi akibat munculnya Omicron.

Dari China, bakal ada rilis Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) sektor jasa versi Caixin per Januari yang menurut prediksi Tradingeconomics masih akan di zona ekspansif meski melambat dari 531 (Desember 2021) menjadi 51 (Januari).

Dalam perhitungan PMI, angka 50 menjadi titik mula, di mana angka di atas itu menunjukkan ekspansi, sedangkan di bawah itu mengindikasikan kontraksi.

Berikut beberapa agenda emiten dan rilis data ekonomi hari ini:

  • Indeks PMI sektor jasa versi Caixin per Januari (09:00 WIB)
  • Rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia (09:00 WIB)
  • RUPSLB PT Dian Swastatika Sentosa Tbk/DSSA (09:00 WIB)
  • RUPSLB PT Trimuda Nuansa Citra Tbk/TNCA (14:00 WIB)
  • RUPSLB PT PT MNC Studio International Tbk/MSIN (14:00 WIB)
  • Cadangan devisa China per Januari (15:00 WIB)

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular