
ECB Guncang Pasar Mata Uang Gegara kata "Tergantung Data"

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) mengguncang pasar mata uang saat mengumumkan kebijakan moneter Kamis (3/2) kemarin. Nilai tukar euro yang sebelumnya melemah berbalik menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Indeks dolar AS pun akhirnya jeblok 4 hari beruntun, yang berdampak pada penguatan rupiah hari ini, meski tipis saja.
Dalam pengumuman kebijakan moneter kemarin, ECB masih mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 0%, lending facility 0,25% dan deposit facility sebesar -0,5%.
Padahal, inflasi di zona euro mencapai rekor tertinggi 5,1% year-on-year (yoy) di bulan Januari lalu, dan diperkirakan masih bisa lebih tinggi lagi sebelum akhirnya menurun.
"Inflasi kemungkinan masih akan naik dan lebih lama ketimbang prediksi sebelumnya, tetapi akan menurun di tahun ini" kata Presiden ECB, Christine Lagarde saat konferensi pers Kamis kemarin.
Menurutnya, kenaikan inflasi saat ini terjadi akibat tingginya harga energi dan makanan.
"Dibandingkan dengan ekspektasi kami di Desember, outlook risiko inflasi masih ke atas, khususnya dalam jangka pendek. Jika tekanan harga juga didorong oleh kenaikan upah yang lebih tinggi dari ekspektasi atau perekonomian sudah kembali ke kapasitas penuh lebih cepat, maka inflasi akan lebih tinggi lagi, kata Lagarde.
Lagarde sebelumnya selalu menyatakan suku bunga kemungkinan tidak akan dinaikkan di tahun ini. Tetapi ketika ditanya kembali mengenai hal tersebut ia menyatakan akan menilai kondisinya dengan hati-hari dan "tergantung data".
Hal tersebut menguatkan spekulasi ECB akan mengikuti bank sentral utama dunia lainnya yang akan menaikkan suku bunga di tahun ini.
Alhasil, kurs euro yang sebelumnya melemah 0,33% berbalik melesat 1,2% melawan dolar AS.
Pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 80% ECB akan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 10 basis poin di bulan Juni, dan ada probabilitas 100% kenaikan sebesar 40 basis poin di akhir tahun.
"ECB hari ini membuka ruang untuk spekulasi pasar jika akan ada pengetatan kebijakan moneter di tahun ini," kata Stefano Pesole, ahli strategi valuta asing di ING, sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis kemarin.
Selain ECB, ada bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) yang juga mengumumkan kebijakan moneter kemarin. BOE kembali mengerek suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 0,5%. Dengan demikian, bank sentral pimpinan Andrew Bailey ini sudah menaikkan suku bunga dalam 2 bulan beruntun, menjadi yang pertama sejak tahun 2004. Di bulan Desember lalu, BoE menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin, menjadi bank sentral utama yang menaikkan suku bunga.
Dalam pengumuman kebijakan kemarin terungkap dari 9 anggota Monetary Policy Committee (MPC), 5 orang memilih menaikkan suku bunga 25 basis poin. 4 orang lainnya bukannya lebih dovish, tetapi justru memilih menaikkan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75%.
Hal tersebut menjadi kejutan, artinya BoE akan agresif dalam menaikkan suku bunga di tahun ini, dan tidak menutup kemungkinan akan kembali dilakukan dalam waktu dekat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Bank Sentral Eropa Anggap Kripto Gak Ada Nilainya!
