
CPO Melonjak, Besarnya Peran Indonesia Gerakkan Pasar Dunia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) berhasil melonjak dua digit sejak awal 2022 dan sempat kembali menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa pada Jumat pekan lalu (28/1/2022). Indonesia sendiri berperan penting dalam pasar CPO, baik sebagai produsen dan eksportir minyak sawit terbesar secara global.
Menurut data Refinitiv, pada Senin kemarin (31/1/2022), harga CPO terkoreksi 0,64% ke MYR 5.592/ton, setelah menguat selama empat hari beruntun.
Pada Jumat pekan lalu, harga CPO berhasil menembus rekor tertinggi sepanjang masa terbaru, yakni ketika ditutup di MYR 5.628/ton.
Sejak awal tahun alias year to date (ytd), harga CPO telah melesat 19,05%.
Manuver yang dilakukan pemerintah Indonesia mengenai pembatasan ekspor minyak sawit sepertinya masih berimbas kepada harga CPO dunia. Mengacu kepada Reuters, Indonesia menyumbang setidaknya sekitar 59% pasokan minyak sawit dunia.
Sebelumnya, Indonesia-sebagai produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia-mengumumkan kewajiban penjualan domestik (Domestic Market Obligation/DMO) 20% untuk semua produsen kelapa sawit dalam upaya untuk mendinginkan harga minyak goreng lokal. Akibatnya, harga CPO melambung sepanjang pekan lalu dan mengukir harga tertinggi sepanjang masa.
"Pembatasan ekspor Indonesia telah mengubah dinamika pasar," kata Sandeep Bajoria, Kepala Eksekutif Sunvin Group, perusahaan pialang dan konsultan minyak nabati yang berbasis di Mumbai, India.
"Pasar minyak nabati terganggu oleh cuaca dan masalah tenaga kerja. Kebijakan pemerintah kini menambah ketidakpastian," tambahnya.
Pembeli telah mulai beralih ke minyak kedelai dan minyak bunga matahari untuk pengiriman Februari dan Maret, kata diler perusahaan perdagangan global yang berbasis di Mumbai.
"Reli sawit menyebabkan rontoknya permintaan. Harga harus turun atau akan kehilangan pangsa pasar," kata diler.
Kebijakan DMO yang dilakukan pemerintah Indonesia dikhawatirkan akan mengurangi pasokan CPO di pasar dunia di saat permintaan CPO tinggi. Ini akan menyebabkan kelangkaan pasokan yang akhirnya membuat harga CPO makin mahal.
Kepala ekonom Asia Fred Neumann mengatakan kepada Reuters bahwa langkah pemerintah Indonesia untuk membatasi ekspor energi membuat harga masing-masing komoditas tersebut melonjak, menimbulkan kekhawatiran di kalangan importir bahan bakar, makanan, dan bahan manufaktur tentang potensi gangguan pasokan dunia.
Kenaikan harga kemungkinan akan mendorong pembeli utama seperti India, China, Pakistan dan beberapa negara Afrika untuk beralih ke minyak kedelai dan minyak bunga matahari.
Pembeli di negara Asia biasanya mengandalkan minyak sawit karena biaya yang rendah dan waktu pengiriman yang cepat, tetapi jika menggunakan minyak kedelai dan minyak bunga matahari mereka harus membeli dari Amerika Selatan dari wilayah Laut Hitam.
Artinya, walaupun harga minyak kedelai dan minyak bunga matahari lebih murah dari harga CPO, tetapi untuk pengiriman akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain itu, pasokan minyak bunga matahari terancam karena ketegangan yang terjadi di antara Rusia dan Ukraina.
Peran Penting Indonesia di Pasar CPO
Menurut data Statista, sepanjang periode 2020-2021, Indonesia menjadi produsen minyak sawit mentah terbesar secara global dengan berkontribusi sekitar 58% dari total produksi CPO dunia.
Di posisi kedua, ada Negeri Jiran Malaysia dengan kontribusi produksi sebesar 26%. Ini berarti, duo Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 84% dari total produksi CPO dunia.
Tidak hanya soal produksi, RI juga menjadi pemimpin eksportir CPO dunia dengan menyumbang 56% dari total ekspor CPO global. Sementara, di peringkat kedua, Malaysia berkontribusi sebesar 34% dari total ekspor CPO dunia. Apabila digabungkan, Indonesia dan Malaysia berkontribusi sekitar 90% dari total ekspor minyak sawit mentah global.
Diwartakan sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan Indonesia akan memproduksi 49 juta ton minyak sawit mentah pada 2022, yang lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2021 sebanyak 46,89 juta ton.
GAPKI mengharapkan ekspor minyak sawit di 2022 dapat mencapai 33,21 juta ton, walaupun nilai tersebut masih lebih rendah dibanding angka ekspor di tahun sebelumnya. Tercatat ekspor Indonesia di 2021 mencapai 34,23 juta ton.
Harga CPO & Pandemi Covid-19
Sementara, Vice President Research & Development Bursa Berjangka Komoditas & Derivatif (ICDX) Isa Djohari menjelaskan, gerak harga komoditas global-termasuk CPO-masih akan dipengaruhi oleh perkembangan pandemi Covid-19.
"Untuk outlook 2022 sepertinya masih akan dipengaruhi Covid-19 karena dampaknya adalah pekerja untuk komoditas yang berkaitan. Contohnya ada potensi pengurangan pekerja saat outbreak sehingga produksi macet dan berpengaruh terhadap harga," ujar Isa dalam Commodity Outlook ICDX Group Research, Selasa (25/1/2021).
Ketika produksi macet harga akan cenderung menguat karena pasokan yang berpotensi berkurang.
Selain penyebaran Covid-19, ada faktor lain yang akan mengiringi harga komoditas sepanjang 2022, yakni inflasi dan juga faktor cuaca.
Asal tahu saja, cuaca juga berpengaruh terhadap pergerakan harga CPO.
"Cuaca untuk CPO dipengaruhi La Nina yang diperkirakan bulan Februari selesai. Produksi CPO meningkat akan ada koreksi harga," kata Isa, sembari menambahkan perlu juga untuk menyimak harga minyak bumi dan minyak kedelai.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngenes! CPO Babak Belur Pekan Ini