Market Cap Bank Mandiri Melonjak, Tapi Cap Bank Jago Ambles

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
31 January 2022 13:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Secara harian, sejatinya IHSG memang lebih banyak menguat pada pekan lalu, di mana hanya dua hari IHSG terkoreksi, yakni pada Senin dan Selasa lalu. Tetapi, koreksi yang terjadi pada perdagangan awal pekan lalu terbilang cukup parah, yakni terkoreksi hingga 1% lebih.

Meningkatnya volatilitas pasar saham global turut memperberat kinerja IHSG pada pekan lalu, di mana investor masih mengkhawatirkan potensi pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS).

Pada pekan lalu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengadakan rapat pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC) yang berlangsung selama dua hari dimulai pada Selasa hingga Rabu lalu waktu AS.

Pada Rabu siang waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed mengumumkan hasil rapatnya, di mana bank sentral paling powerful di dunia itu sepakat untuk menaikan suku bunga acuannya pada Maret mendatang.

Hal ini terpaksa dilakukan oleh The Fed untuk mengekang kenaikan inflasi di Negeri Paman Sam, di mana inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada Desember 2021 sudah berada di angka 7%.

Investor di global masih terus khawatir dengan sikap The Fed yang semakin hawkish kedepannya. Meskipun mereka masih khawatir, namun sepertinya mereka sudah mulai mengabaikannya, terlihat dari pulihnya bursa saham Asia pada pekan lalu hingga hari ini, meski masih cenderung volatil.

Pada pekan lalu, data awal dari pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam pada kuartal keempat tahun 2021 dirilis.

Produk Domestik Bruto (PDB) yang menjadi indikator perekonomian negara AS tercatat tumbuh 6,9% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ) pada kuartal IV-2021.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang hanya tumbuh 2,3% QoQ dan jauh lebih tinggi dari perkiraan konsensus di 5,5% QoQ.

Pertumbuhan ekonomi AS tersebut didasarkan pada pembacaan awal PDB dan masih mungkin direvisi baik ke atas maupun ke bawah.

Meskipun begitu, tingginya pertumbuhan ekonomi AS di atas ekspektasi pelaku pasar cukup menjadi sentimen positif untuk harga aset berisiko seperti saham.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(chd)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular