
Indonesia-China Sepakat "Bakar" Dolar AS!

Meski demikian, BI juga punya modal yang cukup kuat dalam menghadapi normalisasi kebijakan The Fed. Cadangan devisa Indonesia pada Desember 2021 tercatat sebesar US$ 144,9 miliar, yang bisa digunakan BI untuk melalukan triple intervention guna menstabilkan rupiah.
Selain itu transaksi berjalan (current account) juga tercatat surplus US$ 4,5 miliar di kuartal III-2021, dan diprediksi masih akan surplus di tiga bulan terakhir tahun lalu. Hal ini menjadi modal yang kuat bagi rupiah untuk menghadapi normalisasi kebijakan The Fed.
Pada pekan lalu BI juga mengumumkan akan menaikkan Giro Wajib Minum (GWM) secara bertahap pada Maret, Juni dan September hingga menjadi 6,5% dari saat ini 3,5%. Kebijakan ini tentu akan mengurangi likuiditas di perbankan.
Kenaikan GWM tiga kali pada 2022, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, diperkirakan 'menyedot' likuiditas sekitar Rp 200 triliun dari sistem perbankan. Jumlah itu diyakini masih bisa membuat perbankan punya ruang untuk 'bernapas', sebab likuiditas saat ini dikatakan masih sangat longgar.
Cheng Hoon Lim, Indonesia Mission Chief, Asia and Pacific Department, IMF dalam konferensi pers, Rabu (26/1) mengatakan kenaikan GWM merupakan langkah awal pengetatan moneter yang dilakukan BI untuk mengantisipasi normalisasi kebijakan yang akan dilakukan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed).
"Jadi kami pikir ini adalah langkah pertama menuju normalisasi sistem perbankannya untuk mengantisipasi pengetatan Fed," pungkasnya.
Menurut Chen, Indonesia berada dalam posisi yang kuat dalam menghadapi pengetatan moneter The Fed.
"Posisi eksternal Indonesia sangat kuat. Jadi ketika Fed melakukan pengetatan, kami tidak melihat aliran modal keluar yang signifikan. Karena transaksi berjalan sangat kuat," kata Chen.
Kemudian keberadaan asing di dalam negeri, seperti pasar surat berharga negara (SBN) sangat kecil. Kini hanya berkisar 20%, sedangkan sebelum pandemi covid-19 bisa mencapai di atas 30% dan lebih dari 40% di tahun 2013.
Cheng menyampaikan, kini adalah waktu yang tepat bagi Indonesia mulai menormalkan kembali kebijakannya. Termasuk bagi Bank Indonesia (BI) yang kebijakannya sangat longgar dalam dua tahun terakhir.
"Indonesia berada dalam posisi yang baik untuk secara bertahap menormalkan kebijakan dan secara bertahap menyesuaikan sikap moneter ketika Fed mengetatkan," ujarnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]