Sektor Properti Bisa Bangkit, BTN Perlu Tambah Modal?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemulihan ekonomi nasional menjadi tujuan bersama, baik pemerintah dan pelaku usaha. Salah satu sektor yang bisa menjadi indikator membaiknya perekonomian adalah sektor properti.
Pengamat Perbankan, Paul Sutaryono bilang sektor properti dan sektor otomotif menjadi indikator kebangkitan sektor riil secara keseluruhan. "KPR menjadi salah satu pilar penting dalam sektor properti," tukasnya belum lama ini.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), penyaluran kredit sektor properti meningkat 4,6% yoy menjadi Rp1.104,6 triliun pada Oktober 2021. Kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) menyumbang porsi 50,92% dari total kredit properti, dengan pertumbuhan mencapai 9,6% yoy.
Pertumbuhan kredit properti tersebut lebih tinggi bila dibandingkan rerata kredit perbankan yang tumbuh 3,24% pada periode yang sama. Bisa dibilang, sektor properti mampu bertahan di tengah hantaman krisis akibat pandemi COVID-19.
"Kalau kita lihat penjualan rumah melalui KPR masih bisa tumbuh positif di tengah pandemi. Selain itu, insentif pemerintah juga menyelamatkan kredit KPR yang sudah berjalan tidak macet. Makanya sektor properti masih bisa bertahan di tengah pandemi," ujar Ekonom Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda.
Pada dasarnya sektor properti tidaklah berdiri sendiri, namun memiliki efek domino atau multiplier effect terhadap lebih dari 170 industri turunan yang menaungi lebih 20 juta tenaga kerja. Bila sektor properti bangkit maka akan banyak industri yang ikut menggeliat di tengah pandemi.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, sektor properti berpeluang besar bangkit pada tahun ini akibat booming harga komoditas. Meski demikian, ada faktor COVID-19 yang masih menjadi penghambat sektor properti untuk melesat.
"Sayangnya saat harga komoditas meningkat kita masih terdampak pandemi sehingga kenaikan harga komoditas tidak langsung mendorong kenaikan sektor properti," ujarnya.
Untuk itu, dia menegaskan kunci bagi sektor properti masih sama dengan sektor ekonomi lainnya, yaitu terkendalinya COVID-19. "Kalau pemerintah mampu mencegah terjadinya gelombang tiga, pertumbuhan kredit properti akan lebih tinggi, di kisaran 9-10%," tuturnya.
Namun demikian, perkembangan sektor perumahan tetap perlu mendapat dukungan insentif kebijakan, baik moneter dan fiskal.
"Kebijakan moneter/makroprudential yaitu pelonggaran LTV. Sementara di sisi fiskal ada kebijakan pelonggaran pajak. Selain itu pemerintah juga memberikan bantuan pembiayaan-pembiayaan mulai dari FLPP, SBUM, BP2BT, dan Tapera," papar Piter.
Sementara posisi sektor perbankan tetap tidak tergantikan dalam mendukung perkembangan sektor properti serta potensi bangkit pada tahun ini dan tahun selanjutnya. Dasarnya, sebagian besar penjualan properti masih mengandalkan kredit, baik KPR maupun KPA. Selain itu, perbankan juga mendukung sektor properti melalui kredit konstruksi dan modal kerja bagi para developer.
Bicara pembiayaan sektor properti dan kredit perumahan, sudah tentu tidak terlepas dari sepak terjang PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN). Rencana penambahan modal bank pelat merah ini pada 2022 diyakini vital dalam mendukung industri properti menjadi salah satu lokomotif ekonomi selama pandemi.
Suntikan modal kepada BTN dinilai juga sangat penting dalam mendukung program perumahan rakyat yang dikampanyekan pemerintah, yakni Program 1 Juta Rumah.
Atas dasar itu, Piter Abdullah menilai penguatan permodalan terhadap BTN sebagai pemain utama dalam kredit properti, khususnya di segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), harus dilakukan. Tanpa penguatan modal pada tahun ini, maka kinerja BTN tak akan optimal dalam menangkap peluang besar di sektor properti maupun mendukung program pemerintah.
"BTN adalah ujung tombak pemerintah dalam program penyediaan rumah rakyat khususnya bagi kelompok masyarakat menengah bawah. BTN menjadi jangkar dalam melaksanakan program-program bantuan pembiayaan perumahan dari pemerintah. Untuk itu penguatan permodalan BTN memang dibutuhkan," ujarnya.
Hingga September 2021, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) BTN tercatat 17,97%, dan mengalami tren penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. CAR BTN tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata industri bank yang berada pada level 25,24%.
Pada dasarnya, penambahan modal BTN melalui skema rights issue direncanakan digelar pada tahun ini. Pemerintah pun akan ikut serta dalam rights issue ini melalui penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp2 triliun. Melalui PMN tersebut, maka kepemilikan pemerintah di BTN akan terjaga di angka 60%.
Menanggapi upaya suntikan modal tersebut, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza meminta rights issue BTN segera dilaksanakan. Hal ini memberikan kejelasan bagi BTN dalam membuat perencanaan bisnisnya ke depan. "Terkait dengan BNI dan BTN masih on schedule. Itu tidak ada masalah. Justru yang kita minta supaya terus dijalankan dengan agenda yang pasti dan time line yang jelas," katanya.
Selain itu, dukungan modal ini dibutuhkan dalam mendukung Program 1 Juta Rumah. BTN pun telah merencanakan penyaluran KPR untuk lebih dari 1 juta rumah pada periode 2022 hingga 2025.
"BTN memang membutuhkan PMN itu supaya saham pemerintah tetap terjaga dengan baik dan mau nggak mau karena ini memang bank yang ditugaskan untuk pengadaan perumahan rakyat, jadi kita harus dukung optimal," tegas Faisol Reza.
(bul/bul)