Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah di perdagangan pasar spot. Ada apa dengan rupiah?
Pada Jumat (14/1/2022) pukul 11:18 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.315. Rupiah terdepresiasi 0,17% dari penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah hanya melemah tipis 0,07%. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam.
Sementara mata uang utama Asia lainnya bergerak variatif di hadapan dolar AS. Namun depresiasi 0,17% sudah cukup untuk membuat rupiah jadi yang terlemah, bersama rupee India.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 11:48 WIB:
Halaman Selanjutnya --> Tak Ada Perdebatan Lagi, Bunga Acuan AS Pasti Naik
Dolar AS memang sedang di atas angin. Pernyataan sejumlah pejabat teras The Federal Reserve/The Fed (bank sentral AS) menjadi bahan bakar bagi laju greenback.
Lael Breainard, Gubernur The Fed, menyebut era suku bunga acuan yang hampir 0% sudah hampir berakhir. Dia menyebut The Fed bakal menaikkan suku bunga acuan beberapa kali pada tahun ini.
"Kami akan berada di posisi itu (menaikkan suku bunga) setelah program pembelian asei selesai," tegas Brainard, seperti dikutip dari Reuters.
Charles Evans, Presiden The Fed cabang Chicago, juga menyebut kebijakan moneter ultra-longgar yang berlaku saat ini sudah tidak pada tempatnya. Sebab, inflasi AS sudah melambung ke 7% pada Desember 2021, tertinggi sejak 1982.
"Proyeksi tiga kali kenaikan suku bunga adalah awal yang baik. Namun bisa menjadi empat kali," ungkapnya dalam acara yang digelar Milwaukee Business Journal, sebagaimana diwartakan Reuters.
Patrik Harker, Presiden The Fed Philadelphia, menyebut kenaikan suku bunga bisa mulai dilakukan pada Maret nanti. Sebab, saat itu diperkirakan program pembelian aset sudah selesai.
"Perkiraan saya, kami akan menaikkan suku bunga 25 basis poin pada Maret. Namun itu tentu tergantung dari data yang ada," kata Harker dalam acara yang dihelat Philadelphia Business Journal, juga dikutip dari Reuters.
Pernyataan dari para pejabat itu sudah jelas, terang-benderang, cetha wela-wela, menujukkan arah kebijakan The Fed ke depan. Pengetatan moneter sudah di depan mata, bahkan kenaikan suku bunga acuan sangat mungkin dilakukan secara agresif.
"Sudah tidak ada ruang perdebatan lagi ke mana arah kebijakan mereka. Bahkan seberapa cepat mereka akan melakukan itu (pengetatan kebijakan moneter)," ujar Brad McMillan, Chief Investment Officer di Commonwealth Financial Network, seperti diberitakan Reuters.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi aset-aset berbasis dolar AS, utamanya instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Akibatnya, arus modal cenderung mengarah ke Negeri Stars and Stripes dan hanya menyisakan sedikit ke negara-negara berkembang seperti Indonesia. Tidak heran rupiah betah di jalur merah.
TIM RISET CNBC INDONESIA