Jangan Kasi Kendor! Rupiah Menuju Penguatan 4 Hari Beruntun
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mampu mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Rabu (12/1). Jebloknya indeks dolar AS membuat rupiah kini berpeluang mencatat penguatan 4 hari beruntun.
Rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.290/US$, setelahnya sempat sedikit lagi terapresiasi ke Rp 14.285/US$. Rupiah kemudian sempat stagnan sebelum kembali menguat tipis 0,04% di Rp 14.295/US$ pada pukul 12:00 WIB.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah berpeluang mempertahankan penguatan melihat pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang sedikit lebih lemah siang ini, tetapi masih di bawah Rp 14.300/US$.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.282,50 | Rp14.295,3 |
1 Bulan | Rp14.310,00 | Rp14.308,0 |
2 Bulan | Rp14.345,50 | Rp14.332,0 |
3 Bulan | Rp14.380,00 | Rp14.392,0 |
6 Bulan | Rp14.530,00 | Rp14.535,0 |
9 Bulan | Rp14.688,00 | Rp14.689,0 |
1 Tahun | Rp14.809,60 | Rp14.853,6 |
2 Tahun | Rp15.418,20 | Rp15.383,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Pada perdagangan Selasa kemarin indeks dolar AS jeblok 0,39% ke 95,612. Level tersebut merupakan penutupan terendah dalam 2 bulan terakhir.
Kemerosotan tersebut terjadi merespon testimoni ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell di hadapan Senat, yang dianggap tidak lebih hawkish dari rilis notula rapat kebijakan moneter pekan lalu.
Selain itu, Data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC) menunjukkan posisi beli bersih (net long) pada pekan yang berakhir 4 Januari turun menjadi US$ 18,87 miliar dari pekan sebelumnya US$ 19,15 miliar.
Net long tersebut merupakan posisi dolar AS melawan yen Jepang, euro, poundsterling, franc Swiss, dolar Kanada dan Australia.
Tidak hanya melawan mata uang tersebut, net long juga turun terhadap mata uang G10 serta emerging market. Data dari CFTC menunjukkan posisi net long terhadap mata uang tersebut turun menjadi US$ 19,479 miliar dari sebelumnya US$ 19,759 miliar.
Penurunan tersebut terjadi meski pada bulan Desember lalu The Fed mengumumkan mempercepat tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) hingga berakhir pada Maret 2022.
Tidak hanya itu, bank sentral paling powerful di dunia ini juga memproyeksikan kenaikan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun ini.
Pelaku juga melihat The Fed bisa menaikkan suku bunga di bulan Maret. Terbaru berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas lebih dari 90% The Fed akan menaikkan suku bunga di bulan Maret. Probabilitas tersebut mengalami kenaikan signifikan dari bulan lalu yang masih di kisaran 50%.
Tetapi hal tersebut tidak serta merta membuat pelaku pasar memborong dolar AS, malah dalam beberapa pekan terakhir the greenback justru "dibuang," terlihat dari penurunan posisi spekulatifnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)