Ketua Bank Sentral AS Lebih Kalem, Giliran Rupiah yang Ngegas

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 January 2022 09:18
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju penguatan rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) masih belum terhenti di awal perdagangan Rabu (12/1). Hingga Selasa kemarin, rupiah sebenarnya sudah membukukan penguatan 3 hari beruntun, tetapi indeks dolar AS yang jeblok membuatnya mampu menguat lagi pagi ini.

Melansir data dari Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.290/US$. Apresiasi rupiah bertambah sedikit menjadi 0,1% ke Rp 14.285/US$ pada pukul 10:05 WIB.

Pada perdagangan Selasa kemarin indeks dolar AS jeblok 0,39% ke 95,612. Level tersebut merupakan penutupan terendah dalam 2 bulan terakhir.

Kemerosotan tersebut terjadi merespon testimoni ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell di hadapan Senat, yang kalem atau tidak lebih hawkish dari rilis notula rapat kebijakan moneter pekan lalu.

Powell mengatakan perekonomian AS kini sudah kuat menahan kenaikan suku bunga maupun lonjakan kasus penyakit akibat virus coron (Covid-19) varian Omicron.

"Inflasi saat ini jauh lebih tinggi dari target. Perekonomian tidak lagi memerlukan kebijakan moneter akomodatif yang kami terapkan saat ini," kata Powell dalam testimonisnya, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (11/1).

Pasar sebelumnya memperkirakan Powell bisa lebih hawkish dari notula rapat kebijakan moneter yang dirilis pekan lalu. Dalam notula tersebut terungkap beberapa pejabat The Fed melihat nilai neraca (balance sheet) bisa segera dikurangi setelah suku bunga dinaikkan.

Sementara itu dari dalam negeri, kemarin Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel di bulan November melesat 10,8% year-on-year (yoy), dari bulan sebelumnya yang naik 6,5% (yoy).

"Mayoritas kelompok mencatatkan perbaikan kinerja penjualan eceran secara tahunan, terutama Kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Makanan, Minuman, dan Tembakau," tulis BI dalam keterangan resminya, Selasa (11/1).

Sebelumnya, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan pemerintah Indonesia siap untuk kembali membuka keran ekspor batu bara secara bertahap mulai hari ini, Rabu (12/1).

Dengan dibukanya kembali keran ekspor, maka neraca dagang Indonesia bisa mempertahankan surplusnya. Tingginya harga batu bara menjadi salah satu pendongkrak neraca dagang hingga mencatat surplus selama 19 bulan beruntun hingga November lalu.

Surplus tersebut akan membantu transaksi berjalan (current account) Indonesia agar tidak mengalami defisit yang besar bahkan bisa mencatat surplus.

Defisit transaksi berjalan yang tidak besar atau jika bisa surplus akan memberikan dampak positif ke rupiah.

Ketika ekspor batu bara dilarang, surplus tentunya akan menyempit, bahkan tidak menutup kemungkinan kembali defisit. Sebab Penjualan batu bara ke luar negeri tersebut rata-rata tiap bulan ditaksir bernilai US$ 1,4 - 1,7 miliar atau senilai Rp 20 - 24 triliun (kurs Rp 14.350/US$).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular