Bukan China, Negara di Asia Ini Bisa Meruntuhkan Bitcoin!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kazakhstan, negara di kawasan Asia Tengah yang juga merupakan eks wilayah Uni Soviet sedang dilanda kerusuhan besar-besaran. Chaos sudah terjadi sejak Selasa (4/1/2022) hingga Kamis waktu setempat.
Setidaknya 200 orang ditangkap dan delapan orang tewas karena kerusuhan. Mereka yang tewas merupakan polisi dan aparat yang bertugas mengamankan situasi di negara tersebut.
Atas kejadian ini, situasi darurat juga diberlakukan Presiden Kassym-Jomart Tokayev. Ia mengatakan negaranya diserang "teroris".
Bahkan Tokayev juga meminta bantuan militer aliansi Rusia, Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), yang berisi lima negara bekas Uni Soviet. Moskow diketahui sudah mengirimkan tim untuk turut mengamankan situasi di sana.
"Ini adalah perusakan integritas negara dan yang paling penting ini adalah serangan terhadap warga kami yang meminta saya untuk segera membantu mereka," kata Tokayev dikutip AFP.
Kerusuhan yang terjadi di Kazakhstan tersebut membuat situs penambangan Bitcoin terbesar kedua di dunia itu terancam mati total. Kondisi ini dapat mengancam proses penambangan Bitcoin di dunia.
Hal ini juga turut memperberat pergerakan harga Bitcoin pada hari ini. Per pukul 10:30 WIB, harga Bitcoin pun melemah 1,25% ke level harga US$ 42.992,87 per koin atau setara dengan Rp 617.377.613 per koinnya.
Kazakhstan menjadi negara dengan penambangan Bitcoin terbesar di dunia karena adanya migrasi para penambang Bitcoin dari China. Eksodus penambang kripto terjadi setelah regulator China menindak segala bentuk industri terkait kripto, termasuk penambangan Bitcoin.
Banyak dari mereka yang mencari perlindungan di negara tetangga Kazakhstan. Tetapi berbulan-bulan setelah para migran kripto ini mendirikan toko, protes atas lonjakan harga bahan bakar telah berubah menjadi kerusuhan terburuk yang pernah dilihat negara itu dalam beberapa dekade.
Setelah memecat pemerintahan sebelumnya dan meminta bantuan tentara Rusia untuk menahan kerusuhan semakin fatal, Presiden Kazakhstan, Kassym-Jomart Tokayev memerintahkan bagi penyedia telekomunikasi negara itu untuk menutup layanan internet. Alhasil, sekitar 15% penambang Bitcoin dunia offline dan mereka tidak bisa melakukan penambangan.
Penambangan Bitcoin di Kazakhstan
Ketika Beijing menindak tegas segala bentuk transaksi terkait kripto pada Mei 2021, para penambang kripto terpaksa pindah ke negara yang lebih ramah terhadap meraka dan aktifitas mereka. Kazakhtan dinilai memenuhi kriteria keramahan menurut para penambang kripto. Asal tahu saja, penambangan kripto adalah proses komputasi intensif energi yang digunakan untuk membuat koin baru dan menyimpan log semua transaksi
Sialnya, mereka tidak memikirkan bahwa negara tersebut apakah relatif aman dari segi politik dan sosial, mengingat Kazakhstan merupakan salah satu produsen energi terbesar di dunia, dalam hal ini minyak dan gas bumi. Kazakhstan juga menjadi rumah bagi tambang batu bara yang menyediakan pasokan energi yang murah dan berlimpah, yang merupakan insentif utama bagi para penambang yang bersaing dalam industri dengan margin rendah.
Menurut Pusat Keuangan Alternatif Cambridge, saat ini, posisi Kazakhstan di pangsa pasar penambangan Bitcoin berada tepat di belakang Amerika Serikat (AS), yakni sebesar 18,1% dari semua penambangan kripto di dunia.
Tetapi sebenarnya, pemerintah juga belum benar-benar senang dengan industri penambangan kripto yang sedang berkembang. Selama berbulan-bulan, anggota parlemen Kazakhstan telah menetapkan aturan baru untuk mencegah penambangan, termasuk undang-undang yang akan memperkenalkan pajak tambahan untuk penambang kripto mulai tahun 2022.
Para ahli berharap langkah tersebut akan secara signifikan mengubah insentif bagi orang yang ingin menyebarkan modal di Kazakhstan.
"Pemadaman internet terjadi setelah upaya pemerintah untuk memberlakukan larangan secara de facto pada penambangan baru di negara ini, sehingga penambang akan sangat menyadari adanya risiko politik di sana," kata Nic Carter, salah satu pendiri Castle Island Ventures, dikutip dari CNBC International.
Beberapa pakar pertambangan juga mengatakan kepada CNBC bahwa mereka berpikir Kazakhstan selalu dimaksudkan sebagai persinggahan sementara oleh para migran penambang kripto.
Alex Brammer dari Luxor Mining, mengatakan bahwa penambang besar akan pindah ke Kazakhstan dalam jangka pendek dengan tentunya peralatan penambangan yang lebih tua.
"Tetapi ketika mesin generasi yang lebih tua mencapai akhir masa pakainya, perusahaan-perusahaan tersebut kemungkinan akan menggunakan mesin baru ke yurisdiksi yang lebih stabil dan hemat energi serta terbarukan," kata Brammer, dilansir dari CNBC International.
Jika dibandingkan secara teknologi, AS telah cocok menjadi kiblat penambangan kripto, karena Negeri Paman Sam merupakan rumah bagi beberapa sumber energi termurah di planet ini, bahkan energinya juga cenderung sudah terbarukan.
(chd/dhf)