Batu Bara di 2021 Superior, 2022 Gimana?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
02 January 2022 11:30
Tongkang batubara di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur (REUTERS/Willy Kurniawan)
Foto: Tongkang batubara di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara dunia meroket 85,63% sepanjang tahun ini dan ditutup di US$ 151,75/ton. Harga emas hitam sempat mencapai harga tertinggi sepanjang masa di US$ 280/ton pada bulan Oktober.

Tingginya harga batu bara tak lepas dari pemulihan ekonomi dunia yang menyebabkan permintaan batu bara meningkat. Padahal produksi masih berusaha pulih dari pukulan pandemi sejak 2020. Ketidakseimbangan pasar batu bara ini yang membuat harga meroket sepanjang 2021.

Pada tahun 2021 harga batubara semakin terangkat oleh permintaan yang melebihi pasokan di China - penentu harga batubara global - serta oleh gangguan pasokan dan harga gas alam yang lebih tinggi secara global. Permintaan batu bara China rebound lebih dari 10% pada paruh pertama tahun 2021, tetapi produksi tidak mengimbangi sebagian karena banyak tambang telah ditutup pada tahun-tahun sebelumnya di tengah kekhawatiran pemerintah akan kelebihan pasokan.

batu baraFoto: Refinitiv
batu bara

Organisasi Energi Internasional (IEA) memperkirakan permintaan batu bara pada 2021 tumbuh 6% dibanding tahun 2021 menjadi 7.9 miliar ton. Peningkatan tersebut sama dengan yang terjadi tahun 2010, setelah krisis keuangan global.

Sebagian besar peningkatan pada tahun 2021 berasal dari tiga negara yaitu China, India, dan Amerika Serikat (AS). Penggunaan batu bara ketiga negara tersebut melesat karena pembangkit listrik meningkat secara signifikan.

Konsumsi batubara China diperkirakan akan meningkat sebesar 159 juta ton(+4%). Sementara permintaan naik 125 juta ton (+13%) di India dan 74 juta ton (+17%) di AS.

Konsumsi batubara pada tahun 2021 juga diperkirakan pulih di kawasan lain, termasuk Uni Eropa yang naik 45 juta ton dan Asia Tenggara naik 14 juta ton.

Ada tiga alasan kuat kenapa harga batu bara bisa melonjak tinggi sepanjang tahun ini. Pertama, ekonomi global pulih dari keterpurukan tahun 2020.

Ekonomi global pada tahun 2021 diproyeksikan tumbuh 5,9%, menurut IMF. Sebelumnya, pada tahun 2020 ekonomi dunia tumbuh negatif 4,9% akibat infeksi virus corona (Coronavirus Disease 2019/COVID-19).

Virus yang pertama kali diidentifikasi pertama kali di Wuhan tersebut, memaksa banyak negara membatasi mobilitas masyarakat dengan ketat demi meminimalisir penyebaran. Akibatnya roda ekonomi menjadi terhenti.

Situasi ini berdampak pada permintaan batu bara dari industri turun seperti dari pembangkit listrik, peleburan logam, dan pabrik semen. Akibatnya, pada tahun 2020 permintaan batu bara dunia turun 4,4%, menurut catatan IEA.

Kedua, permintaan untuk kebangkitan listrik yang meningkat didorong oleh pemulihan industri dan cuaca. IEA mengatakan pembangkit listrik tenaga batu bara tahun 2021 diperkirakan meningkat 9% menjadi 10.350 terawatt-hours (TWh). Ini merupakan rekor tertinggi baru sepanjang masa.

Industri di berbagai negara meningkat pesat pada tahun 2021 tercermin dari indeks manufaktur yang masuk zona ekspansi. Contohnya saja China, konsumen batu bara terbesar di dunia yang sepanjang tahun 2021 rata-rata berada ada di zona ekspansi.

Selain itu, cuaca ekstrim juga menjadi penyebab permintaan batu bara untuk pembangkit listrik meningkat. Saat musim dingin keadaan sangat dingin dan musim panas yang terik mendorong penggunaan pemanas dan pendingin ruangan yang lebih tinggi.

Ketiga harga gas ke level tertinggi sepanjang masa karena masalah pasokan mendorong permintaan batu bara. Harga gas global berdasarkan acuan Henry Hub melonjak 46,91% sepanjang tahun 2021.

Lonjakan harga gas alam sebagian disebabkan oleh lonjakan permintaan dan musim dingin yang akan datang di Eropa membuat persediaan gas alam dari musim panas lalu makin menipis.

Sementara itu, penurunan produksi gas di Eropa, kondisi cuaca di AS yang memburuk, dan adanya pemeliharaan telah menciptakan pasar gas yang lebih ketat dan mempersulit pengisian kembali pasokan gas menjelang musim dingin mendatang di seluruh wilayah.

Harga batu bara yang melambung tinggi menimbulkan krisis energi dan berpengaruh besar terhadap laju ekonomi China. Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal-III 2021 di bawah ekspektasi menjadi 4,9% year-on-year (yoy) dan di bawah kuartal sebelumnya 5,3% yoy.

Pabrik-pabrik di China pun tampak mulai sempoyongan menanggung beban biaya input yang membesar. Rilis data inflasi produsen China menyentuh rekor tertinggi sejak data ini dicatat pertama kali tahun 1996, yaitu sebesar 10,7% yoy pada September 2021. Angka ini meningkat dari Agustus sebesar 9,5% dan konsensus yang dihimpun Reuters sebesar 10,5%.

Pemerintah China pun mengeluarkan inisiatif untuk mendinginkan harga batu bara. 'Memainkan' rantai supply and demand batu bara jadi langkah klasik yang dianggap efektif mendinginkan harga batu bara.

Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China (NDRC) mengatakan akan memastikan tambang batu bara beroperasi pada kapasitas penuh untuk menghasilkan setidaknya 12 juta ton per hari.

Dengan kebijakan ini produksi batu bara China terus meningkat dan mencapai rekor tertinggi produksi pada November. China memproduksi 370,84 juta ton batu bara pada bulan lalu, menurut data dari Biro Statistik Nasional.

Produksi Batu Bara ChinaFoto: Refinitiv
Produksi Batu Bara China

Selain berdampak pada jumlah produksi yang tinggi, kebijakan intervensi pasokan oleh China tersebut juga mempengaruhi harga batu bara global.

Setelah mencapai rekor harga tertinggi pada bulan Oktober di US$ 280/ton, harga batu bara tercecer di level US$ 130-140/ton atau turun hingga lebih dari 50%.

Harga batu bara dunia diperkirakan akan menguat hingga awal tahun 2022 berdasarkan laporan Bank ANZ. "Pasokan global terbatas dan permintaan solid dari Asia akan mendorong harga batu bara pada tahun 2022.

Saat dunia pulih dari resesi, permintaan diperkirakan akan menguat, terutama di negara-negara di mana batu bara masih menjadi sumber energi yang signifikan," kata laporan tersebut.

Permintaan batu bara juga diperkirakan melonjak tahun depan. IEA memperkirakan permintaan batu bara akan melampaui rekor tahun 2013 pada tahun 2022 di level 8 juta ton per tahun.

Peningkatan tersebut didorong oleh China tumbuh 135 juta ton, India naik 129 juta ton dan negara-negara Asia Tenggara melonjak 50 juta ton. Di semua wilayah ini, pertumbuhan ekonomi mendorong permintaan listrik yang lebih tinggi, dengan batu bara sebagai penopang utama pembangkit listrik.

Tim Riset CNBC Indonesia

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular