Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia turun pada perdagangan 2021. Apa penyebabnya?
Harga emas dunia di pasar spot menutup 2021 di posisi 1.828,39/troy ons. Naik 0,74% dibandingkan hari sebelumnya.
Namun sepanjang 2021, harga emas terkoreksi. Emas mengawali perdagangan 2021 di posisi US$ 1.898,1. Jadi secara year-to-date (ytd), harga turun 3,67%.
Koreksi harga emas tidak lepas dari penguatan nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Emas dan dolar AS memiliki hubungan berbanding terbalik, harga emas cenderung turun saat mata uang Negeri Paman Sam terapresiasi.
Ini karena emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Saat dolar AS menguat, emas menjadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas turun, harga pun mengikuti.
Halaman Selanjutnya --> Dolar AS Berjaya, Emas Merana
Sepanjang 2021, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 6,37%. Ini adalah rekor tertinggi sejak 2015.
Ekonomi AS terus membaik setelah dihantam pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Permintaan domestik meningkat dan menyebabkan tekanan inflasi.
Pada November 2021, inflasi AS mencapai 6,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Ini menjadi rekor tertinggi sejak 1982.
Tekanan inflasi yang kian nyata membuat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) bereaksi. The Fed tentu wajib menjangkar ekspektasi inflasi, caranya dengan mengurangi stimulus moneter secara bertahap agar jumlah uang beredar menurun.
Awalnya, The Fed merencanakan mengurangi pembelian aset sebesar US$ 15 milar setiap bulannya. Namun dalam rapat Desember 2021, 'dosis' pengurangan ini ditambah menjadi US$ 30 miliar per bulan.
Sejak 2020, The Fed menggelontorkan likuiditas ke perekonomian melalui pembelian surat berharga senilai US$ 120 miliar per bulan. Kebijakan ini akrab disebut quantitative easing.
Setelah ekonomi mulai pulih, The Fed mengurangi quantitative easing. Pengurangan quantitative easing ini disebut tapering off.
Dengan laju pengurangan US$ 30 miliar per bulan, maka quantitative easing akan rampung pada Maret 2022. Setelah itu, The Fed diperkirakan bakal mulai menaikkan suku bunga acuan. Pelaku pasar memperkirakan pada akhir 2022 suku bunga acuan Negeri Adidaya akan menjadi 1,25-1,5%. Naik dibandingkan posisi sekarang yakni 0-0,25%.
 Sumber: CME FedWatch |
Tapering off saja sudah membuat dolar AS perkasa, karena pasokannya tidak lagi sederas dulu. Kenakan Federal Funds Rate akan semakin membuat dolar AS berjaya, karena kenaikan suku bunga akan membuat imbalan investasi dolar AS ikut terkerek.
"Dengan yield (imbal hasil) obligasi pemerintah AS yang mungkin bisa mencapai 2% pada 2022, dibarengi dengan percepatan laju inflasi, harga emas bisa menukik," tegas Warren Venketas, Analis DailyFX, seperti dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA