
Mobil Listrik: Masa Depan atau Cuma Angan-angan?

Menghadapi ancaman perubahan iklim global, berbagai negara mencoba segala macam cara berpacu dengan waktu agar bencana global dapat dihindari, dengan memastikan kenaikan suhu global rata-rata berada di bawah 2°C, dengan tetap berusaha sekeras mungkin agar jika bisa kenaikan tidak melebihi 1.5°C dari masa pre-industrialisasi. Salah satu cara yang sedang gencar ditempuh adalah penggunaan mobil listrik yang lebih ramah lingkungan dengan jejak karbon yang sangat kecil daripada kendaraan berbahan bakar minyak.
Keandalan dan kemampuan rekayasa teknik dengan hadirnya mobil listrik tentu akan membantu umat manusia menyelesaikan tantangan global yang sudah terlihat di depan mata.
Ditandatanganinya Perjanjian Paris, tentu menjadi bukti bahwa persoalan ini tidak mungkin diselesaikan oleh sebagian orang atau kelompok tertentu saja. Semua masyarakat dunia perlu bekerja sama bahu membahu demi terselesaikannya masalah kenaikan suhu global. Tanggung jawab tersebut turun ke pemimpin dunia, pengambil keputusan dan pembuat kebijakan, pemangku kepentingan hingga masyarakat biasa sebagai konsumen memiliki peran kunci. Pembaruan industri transportasi dan otomotif untuk melakukan gebrakan pun tidak dapat terelakkan lagi.
Meskipun adaptasi kendaraan listrik merupakan salah satu solusi utama, akan tetapi permintaan pasar yang rendah membuat penetrasi kendaraan listrik masih kecil dan sepertinya dalam waktu dekat kendaraan berbahan bakar minyak masih menjadi pilihan utama.
Daya beli rendah mobil listrik tidak hanya unik di Indonesia, sebelum pandemi hanya 1 dari 50 mobil yang dijual di Amerika Serikat (AS) yang murni menggunakan listrik. Angka tersebut berarti hanya 2% dari total penjualan, di negara tempat Tesla, raksasa mobil listrik, didirikan dan beroperasi penuh.
![]() Tipping point kendaraan listrik di AS (sumber: Castrol) |
Dalam studi yang dilakukan oleh Castrol, diperoleh konsensus bahwa guna mencapai tipping point atau titik balik sehingga mobil listrik bisa menjadi bagian dari arus utama di Amerika Serikat, harga mobil listrik harus turun ke angka US$ 36.000 atau setara dengan Rp 522 juta (kurs 14.500).
Selain penurunan harga, waktu pengisian daya juga menjadi salah satu kendala utama yang mana konsumen menginginkan agar waktu pengisian daya dapat dipangkas hingga hanya butuh 31 menit untuk mengisi daya baterai dari kosong hingga penuh. Jarak tempuh menjadi parameter lain yang krusial, konsumen menginginkan jika mobil listrik bisa menempuh jarak hingga 469 km.
Tentu tipping point ini akan berbeda di Indonesia, jika masyarakat AS rela merogoh kocek Rp 522 juta untuk satu unit mobil listrik, di Indonesia kemungkinan harga yang diharapkan akan jauh lebih rendah dari ini.
Saat ini kepemilikan mobil listrik masih dianggap sebagai barang eksklusif, tentu akan sangat menarik jika pabrikan besar seperti Toyota, Ford, VW terjun 100% mengembangkan mobil listrik sehingga mampu memangkas biaya dan ikut berperang meramaikan pasar mobil listrik dengan harga terjangkau.
(fsd/fsd)[Gambas:Video CNBC]