
'Hujan Duit' Segera Reda, Ini Efek Mengerikan Buat RI

Sama dengan bank sentral lainnya, Bank Indonesia (BI) juga menggelontorkan stimulus moneter sejak tahun lalu. Suku bunga acuan dipangkas hingga ke rekor terendah sepanjang sejarah 3,5%.
Kemudian QE ke perbankan sebesar 141.19 triliun sepanjang 2021 hingga 14 Desember. BI juga melakukan pembelian SBN senilai Rp 201,32 triliun.
Untuk tahun depan, BI masih akan melakukan QE tetapi nilainya dikurangi. "Untuk APBN 2022, rencananya Rp 224 triliun dengan suku bunga rendah. Dengan pendanaan BI, pemerintah dapat fokus menjalankan APBN untuk pemulihan ekonomi," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam acara Pertemuan Tahunan BI 2021, Rabu (24/11/2021).
Meski QE dikurangi, tetapi BI masih belum mengindikasikan akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
Percepatan normalisasi kebijakan moneter The Fed sebenarnya masih ditanggapi santai oleh pelaku pasar. Rupiah masih masih cukup stabil, tetapi patut diwaspadai kemungkinan adanya tekanan ke depannya. Sebab, sepanjang bulan ini hingga 24 Desember lalu terjadi capital outflow lebih dari RP 24 triliun di pasar obligasi atau sekitar 30% dari total capital outflow sepanjang tahun ini.
Indonesia sebenarnya masih memiliki keuntungan dari yield yang tinggi yang bisa mencegah capital outflow. Apalagi di tahun depan masih ada kemungkinan riil yield di Amerika Serikat masih negatif.
Saat ini yield Treasury tenor 10 tahun berada di 1,4%. Jika tahun depan The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali sebesar 75 basis poin, hitung-hitungan kasar yield Treasury juga akan ikut naik 75 basis poin sehingga menjadi sekitar 2,2%.
Sementara inflasi di tahun depan, The Fed memperkirakan sebesar 2,6%, lagi-lagi hitungan kasar, riil yield di AS masih akan negatif sekitar 0,4%.
Bandingkan dengan Indonesia, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun di kisaran 6,3% dan inflasi di bulan November 1,75% (yoy), riil yield masih positif sekitar 4,5%.
Direktur Riset BRI Research Institute, Anton Hendranata memprediksi inflasi domestik di tahun 2022 bisa menyentuh 2,8% -3,3%. Meskipun inflasi di tahun depan diperkirakan akan meningkat, riil yield masih akan tetap positif.
Sementara itu Bank Indonesia dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis (16/12) lalu, melihat The Fed baru akan menaikkan suku bunga di kuartal III atau IV-2022. Pandangan tersebut berbeda dengan ekspektasi pasar sekaligus proyeksi The Fed sendiri.
BI juga melihat dampak dari normalisasi kebijakan The Fed, yakni pada arus investasi portofolio global ke emerging market termasuk Indonesia yang akan mempengaruhi pergerakan yield Surat Berharga Negara (SBN) dan nilai tukar rupiah.
Selain itu pergerakan obligasi AS juga menjadi perhatian dan pertimbangan dalam menyesuaikan yield SBN serta nilai tukar rupiah. Hal itu akan menjadi dasar BI menerapkan kebijakan moneter.
"BI meyakinkan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah adalah terpenting bagi ekonomi Indonesia. Penyesuaian-penyesuaian nilai tukar rupiah dan atau yield SBN tentu diberikan ruang, tapi penyesuaian sejalan dengan mekanisme pasar, dengan harapan arus portofolio SBN berlanjut dan menjaga stabilitas rupiah," kata Perry
Perry menambahkan BI tidak segan mengambil langkah yang diperlukan agar rupiah tetap stabil dan mendukung perekonomian. Artinya, jika rupiah mengalami gejolak, ada kemungkinan BI akan menaikkan suku bunga, sehingga yield SBN bisa lebih tinggi dan menahan ataupun menarik kembali aliran modal ke dalam negeri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]