Kurs Dolar Singapura Bak Roller Coaster, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura melawan rupiah bergerak ibarat roller coaster sejak Rabu kemarin. Merosot tajam, kemudian berbalik menguat. Hal yang sama juga terjadi pada hari ini, hanya saja dolar Singapura masih belum mampu berbalik menguat.
Pada pukul 13:48 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.537,13, dolar Singapura melemah 0,09% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sebelumnya di awal perdagangan hari ini Mata Uang Negeri Merlion ini sempat merosot 0,5%.
Sementara kemarin, dolar Singapura sempat turun 0,26%, kemudian berbalik menguat 0,25%.
Dolar Singapura yang berfluktuasi tidak lepas dari kemungkinan Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) mengetatkan kebijakan moneternya di awal tahun depan. Sebab, inflasi di Singapura terus menanjak.
Pemerintah Singapura di akhir bulan lalu melaporkan inflasi sektor produsen (producer price index/PPI) yang melesat ke level tertinggi dalam 40 tahun terakhir. PPI bulan Oktober dilaporkan melesat 25,4% year-on-year (YoY), jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 21,3% YoY. Inflasi sektor produsen tersebut menjadi yang tertinggi sejak Maret 1980.
Ketika inflasi sektor produsen tinggi, maka harga jual produk kemungkinan akan dinaikkan dan berdampak pada inflasi konsumen (consumer price index/CPI).
Inflasi CPI yang tinggi membuat MAS mengetatkan kebijakan moneternya pada pertengahan Oktober lalu, dan membuka peluang pengetatan lagi di tahun depan.
Di sisi lain, rupiah sedang bertenaga akibat membaiknya sentimen pelaku pasar setelah adanya kabar virus corona Omicron hanya menimbulkan gejala ringan dan tidak ada lonjakan tingkat keterisian rumah sakit menjadi pemicu penguatan rupiah. Kabar baik lainnya perusahaan farmasi Pfizer dan BioNTech mengatakan berdasarkan dara awal penelitian di lab, tiga dosis vaksin buatan mereka mampu meredam Omicron secara efektif.
Selain itu, data dari dalam negeri juga mendongkrak kinerja rupiah. Bank Indonesia (BI) kemarin mengumumkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode November 2021 sebesar 118,5. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 113,4.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau di atas 100, maka artinya konsumen percaya diri menghadapi situasi ekonomi.
Rilis dari BI tersebut menunjukkan konsumen Indonesia kian percaya diri melihat kondisi ekonomi saat ini hingga enam bulan ke depan. Optimisme itu tergambar dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
"IKK meningkat pada seluruh kategori pengeluaran dan kelompok usia responden. Secara spasial, IKK meningkat di sebagian besar kota yang disurvei, tertinggi di Pontianak, diikuti oleh Palembang dan Mataram," sebut keterangan resmi BI.
Sementara Selasa lalu BI melaporkan peningkatan cadangan devisa pada akhir November sebesar US$ 145,9 miliar, naik US$ 400 juta dari bulan sebelumnya US$ 145,5 miliar. Cadangan devisa tersebut tidak jauh dibandingkan rekor tertinggi sepanjang masa tercatat sebesar US$ 146,9 yang tercatat pada September lalu.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,3 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tulis BI dalam keterangan resmi Selasa (7/12).
Dengan cadangan devisa yang tinggi dan kembali mengalami peningkatan, BI memiliki lebih banyak amunisi menghadapi kemungkinan terjadinya gejolak di pasar finansial yang bisa membuat rupiah tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)