Cek, Ini Dia 5 Saham Pesakitan & Jadi Beban IHSG Tahun Ini

Putra, CNBC Indonesia
09 December 2021 08:25
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG, Senin (22/11/2021) (CNBC Indonesia/Muhammad sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia/ IHSG (CNBC Indonesia/Muhammad sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2021 sebentar lagi berakhir. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 10,45% secara year to date (ytd). Ketika IHSG berhasil membukukan kinerja positif, ternyata ada beberapa saham yang sudah tak asing lagi di telinga para investor yang boncos besar.

Menariknya saham-saham yang boncos besar ini justru beberapa di antaranya adalah saham-saham dengan kapitalisasi pasar besar alias blue chip.

Dengan mempertimbangkan saham yang menyebabkan penurunan Indeks poin IHSG yang paling parah, maka emiten yang dinobatkan sebagai saham pemberat IHSG adalah saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

Saham emiten konsumen ini ambles 42% sepanjang tahun dan menekan indeks sebanyak 84 poin. Karakteristik sektor yang defensif dan industri yang sudah mature menjadikan saham ini kurang dilirik di tengah tren di sektor teknologi yang sedang naik daun.

Di posisi kedua ada saham emiten produsen rokok yakni PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) yang drop 34% dan mengurangi indeks sebanyak 45 poin. Sentimen pandemi Covid-19 disertai dengan kebijakan pemerintah yang terus menaikkan cukai rokok di atas 10% menjadi sentimen negatif yang membuat harga saham HMSP jatuh terpuruk.

Selanjutnya ada emiten perbankan milik Dato' Sri Tahir yaitu PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) yang ambles 85% sehingga mendorong mundur indeks sebanyak 39 poin. Saham MAYA drop signifikan setelah melaksanakan right issue pada semester I tahun ini.

Di posisi keempat ada emiten e-commerce yang sedang menjadi perbincangan investor di Tanah Air. Siapa lagi kalau bukan saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang drop 43% sejak pertama kali listing dan membebani indeks sebanyak 33 poin.

Sebagai informasi BUKA menjadi emiten dengan IPO terjumbo di pasar modal domestik dengan meraup pendanaan lebih dari Rp 22 triliun.

Namun bukannya melesat, harga saham BUKA justru downtrend parah. Hal ini berbeda dengan ekspektasi investor dan pelaku pasar yang selama ini melihat saham BUKA bisa melesat tinggi.

Terakhir ada emiten milik Prajogo Pangestu yakni PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). Harga saham TPIA ambles 15,3% dan menekan indeks sebanyak 22 poin seiring dengan tren kenaikan harga minyak mentah global.

Perlu diketahui bahwa TPIA merupakan emiten petrokimia yang menggunakan minyak sebagai bahan bakunya. Kenaikan harga minyak yang signifikan akan cenderung menggerus laba dari perseroan.

Dari kelima saham di atas seharusnya investor bisa memetik beberapa pelajaran berharga. Pertama tidak semua saham blue chip itu akan selalu konsisten memberikan return dari sisi capital gain. Inilah yang terjadi pada kasus UNVR dan HMSP.

Kedua, faktor fundamental dan prospek hingga sentimen perusahaan masih menjadi aspek yang penting untuk dicermati. Hal ini sangat terlihat pada kasus HMSP dan TPIA.

Kemudian yang ketiga adalah, hype di kalangan investor tidak selalu menjamin bahwa harga suatu aset keuangan seperti saham akan naik. Itulah yang terjadi pada kasus BUKA.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Dibuka Hijau, IHSG Sempat Sentuh Rekor Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular