
Harga Batu Bara Bangkit, Saham Produsennya Diborong

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten batu bara melesat pada penutupan perdagangan hari ini, Kamis (2/12/2021), di tengah penguatan kembali alias rebound harga batu bara pada perdagangan kemarin.
Berikut kenaikan saham batu bara berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini.
TBS Energi Utama (TOBA), saham +14,94%, ke Rp 1.000/saham
United Tractors (UNTR), +5,45%, ke Rp 23.225/saham
Bukit Asam (PTBA), +5,38%, ke Rp 2.740/saham
Indo Tambangraya Megah (ITMG), +4,67%, ke Rp 21.875/saham
Bumi Resources (BUMI), +4,62%, ke Rp 21.875/saham
Delta Dunia Makmur (DOID), +4,58%, ke Rp 274/saham
Indika Energy (INDY), +4,46%, ke Rp 1.755/saham
Resource Alam Indonesia (KKGI), +3,52%, ke Rp 294/saham
Adaro Energy (ADRO), +3,13%, ke Rp 1.810/saham
Atlas Resources (ARII), +2,50%, ke Rp 246/saham
Mitrabara Adiperdana (MBAP), +1,41%, ke Rp 3.600/saham
Golden Eagle Energy (SMMT), +0,99%, ke Rp 204/saham
Harum Energy (HRUM), +0,78%, ke Rp 9.650/saham
Bayan Resources (BYAN), +0,09%, ke Rp 27.675/saham
Saham TOBA memimpin kenaikan sebesar 14,84%, di tengah nilai transaksi jumbo Rp 14,57 miliar hari ini. Kenaikan saham ini diwarnai aksi jual oleh asing sebesar Rp 1,40 miliar di pasar reguler.
Saham TOBA berhasil rebound dari penurunan tajam selama 4 hari beruntun. Dalam sepekan, saham TOBA masih ambles 6,54%, tetapi dalam sebulan melonjak 81,82%.
Di posisi kedua, ada saham emiten Grup Astra UNTR melesat 5,45%, melanjutkan kenaikan 3,16% pada Rabu kemarin. Dalam seminggu saham UNTR naik 1,64% dan dalam sebulan terkerek 3,68%.
Selain saham TOBA dan UNTR, saham PTBA dan ITMG juga tercatat menghijau dengan besaran kenaikan masing-masing 5,38% dan 4,67%.
Harga batu bara sendiri melonjak pada perdagangan Rabu kemarin. Hal ini wajar lantara harga si batu hitam sudah turun tiga hari beruntun dan penurunannya sangat tajam.
Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 152,25/ton, melesat 7,11% dari posisi hari sebelumnya.
Lesatan harga batu bara terjadi setelah koreksi yang sangat dalam selama tiga hari perdagangan berturut-turut. Dalam tiga hari itu, harga batu bara jatuh nyaris 23%.
Clyde Russell, Kolumnis Reuters, dalam kajiannya menyatakan pasar batu bara dunia kini sudah lebih stabil dibandingkan beberapa waktu lalu. Pasokan dan permintaan mulai bergerak menuju titik keseimbangan, yang membuat harga tidak lagi 'melompat-lompat' seperti dulu.
Stabilitas di pasar batu bara, menurut Russell, disebabkan oleh perkembangan di China. Pemerintahan Presiden XI Jinping mencoba mengontrol harga komoditas ini dan membuahkan hasil.
Salah satu langkah pemerintahan Xi adalah 'membanjiri' pasar dengan pasokan batu bara. Kelangkaan batu bara (coal crunch) di Negeri Tirai Bambu sudah usai sehingga pembentukan harga menjadi lebih wajar.
"Krisis batu bara di China sudah terselesaikan. Produksi dan stok sepertinya memadai untuk kebutuhan pembangkit listrik selama musim dingin," tulis Russell dalam kolom berjudul China's Coal Crunch is Over, but Prices are Still Too High.
Akan tetapi, lanjut Russell, perjuangan belum selesai. Meski sudah turun hampir 23% selama tiga hari, harga batu bara masih relatif tinggi. Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga batu bara masih membukukan kenaikan 86,24% secara point-to-point, Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, harga masih naik 118,12%.
"Harga batu bara masih di level yang tinggi. Juga masih di atas level yang nyaman bagi pemerintah dan dunia usaha di China," sebut Russell.
Oleh karena itu, Russell menilai pemerintah China akan berupaya lebih keras lagi dalam mengintervensi pasar. Hasilnya, kemungkinan harga komoditas ini nantinya bakal turun lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 16 Saham Batu Bara Perkasa, Juaranya Tak Terduga