
IHSG Anjlok 2% Lebih, Ini Dia Biang Keladinya!

Namun, di dalam negeri juga ada sentimen yang rasanya mempengaruhi pasar. Kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan soal gugatan terhadap Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
UU Ciptaker, yang telah berlaku mulai November 2020, diputus inkonstitusional oleh MK dan mensyaratkan revisi dalam dua tahun ke depan. Meski demikian MK menegaskan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukannya.
MK juga menyatakan agar Pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dengan dilakukan perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja.
Ekonom Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, menyebutkan putusan ini menimbulkan konsekuensi bagi para investor yang mana kebijakan dan aksi korporasi yang dilaksanakan saat ini bisa jadi ilegal setelah dua tahun, apabila pemerintah gagal melakukan perbaikan sesuai mandat dari MK.
"Sementara pemerintah diberikan waktu untuk memperbaiki (UU Cipta Kerja). Jika pun ada hanya terdapat sedikit preseden ketika suatu undang-undang dinyatakan inkonstitusional, tetapi diberlakukan secara sementara. Bagi investor, beragam aksi korporasi saat ini mungkin tidak sah setelah dua tahun, dalam skenario terburuk ketika Omnibus Law dibatalkan sepenuhnya," ujar Satria kepada CNBC Indonesia (25/11).
Sementara itu, ekonom Citibank Helmi Arman menyebutkan, putusan MK terkait UU Cipta Kerja dapat menjadi ancaman bagi prospek positif investasi.
Kepada CNBC Indonesia, Helmi menyebutkan bahwa tidak menutup kemungkinan beberapa keputusan investasi atau aksi korporasi bisa tertunda karena para ahli hukum masih membedah implikasi putusan pengadilan ini di sektornya masing-masing.
"Berdasarkan diskusi (Citibank) dengan pejabat pemerintah, pemahaman (Citibank) adalah bahwa semua peraturan teknis terkait omnibus law telah diterbitkan sebelum putusan pengadilan ini diumumkan. Namun putusan MK menghilangkan keleluasaan untuk merevisi peraturan tersebut jika diperlukan," ujar Helmi Arman kepada CNBC Indonesia.
Helmi juga menyoroti terkait batas waktu yang diberikan untuk mengubah undang-undang tersebut yang jatuh pada akhir tahun 2023, beberapa bulan sebelum pemilihan umum 2024. Ia menyebutkan masih belum diketahui apakah dalam proses revisi ini koalisi parlemen akan tetap fokus dan solid seperti ketika UU Cipta Kerja disahkan pada 2020 lalu serta seberapa besar ongkos politik yang dibutuhkan.
Helmi juga menunjukkan bahwa putusan pengadilan tersebut dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah dan parlemen terkait dengan penyusunan undang-undang di masa depan, misalnya RUU reformasi sektor keuangan yang akan dibahas pada tahun 2022.
"Namun di sisi lain pembahasan dan pengesahan RUU yang akan datang ini juga bisa melambat sebagai akibat (putusan MK terhadap UU Cipta Kerja)," tulis Helmi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)[Gambas:Video CNBC]